Operator Seluler Ikuti Lelang Frekuensi demi Konsumen
KEBUTUHAN data pengguna di Indonesia setiap tahun terus meningkat. Merujuk OpenSignal pada 2019, pada triwulan pertama sebesar 8,5 GB per pelanggan per bulan, di periode sama 2020 naik jadi 11,8 GB per pelanggan per bulan dan 2021 tembus di 14,4 GB.
Sebagian besarnya untuk akses internet bergerak.
Temuan APJII tahun 2022, lebih dari 90 persen akses internet dilakukan dari ponsel pintar yang merata, hampir di segala kelompok usia. Rinciannya, usia 13-18 tahun mengakses via ponsel 90,61 persen, sisanya 9,39 persen lewat laptop atau komputer.
Kelompok 35-54 tahun bahkan lebih banyak, yaitu 92,41 persen, juga di usia 55 tahun ke atas tercatat 93,86 persen.
Pada kluster umur produktif, 19-34 tahun sedikit di bawah, tetapi masih sangat dominan, 88,22 persen. Sisanya mungkin karena alasan pekerjaan yang amat membutuhkan peran komputer dan tidak mudah digantikan oleh ponsel pintar.
Responden yang disurvei APJII mengaku 77,64 persen memakai akses mobile data yang disediakan operator. Sisanya 20,61 persen pakai Wi-Fi di rumah, yang bisa jadi pelanggan jaringan FCC yang ditawarkan operator seluler.
Akses dunia maya yang serba digital sangat mengandalkan operator telekomunikasi. Persoalannya kini bukan lagi hanya sebaran dan jangkauan akses telekomunikasi, melainkan pada kapasitas yang tersedia untuk menampung lalu lintas data yang tumbuh secara signifikan.
Terlebih operator papan atas, seperti Telkomsel, XL Axiata, juga Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) yang mengakuisisi dua pelanggan operator (Indosat Ooredoo dan Tri Hutchison).
Berbagai jurus dilakukan untuk meningkatkan kualitas jaringan. Memperluas cakupan jaringan broadband 4G/LTE lewat penambahan BTS, migrasi 3G ke 4G/LTE, memastikan monitoring pemenuhan QoS (mutu layanan) sesuai standar yang berlaku, hingga memperluas cakupan layanan dan jaringan 5G bertahap dan terukur di seluruh Indonesia, menjadi hal yang harus dilakukan.
Masih kurang
Peluang terbuka ketika Kementerian Kominfo melelang satu blok pita frekuensi FDD (frequency division duplexing) (2 x 5 MHz) pada rentang 1975 – 1980 MHz berpasangan dengan 2165 – 2170 MHz, spektrum bekas milik Tri sebelum gabung dengan Indosat.
Pengembalian pita frekuensi itu membuka kesempatan seluruh operator mendapatkannya lewat proses lelang.
Hanya dua operator yang ikut lelang, Telkomsel dan XL Axiata, sisanya tidak ikut.
IOH, walau boleh ikut lelang, tidak berminat karena sedang fokus mengintegrasikan infrastruktur mereka. Sementara bagi Smartfren secara teknis akan kesulitan mengadopsi spektrum FDD, karena mereka mengoperasikan frekuensi dalam teknologi TDD (time division duplexing).
Teknologi FDD membuat layanan unggah dan unduh berbeda, berpasangan, sementara di teknologi TDD semua frekuensi digunakan bersamaan untuk unduh dan unggah secara bergantian.
Terkini Lainnya
- Ponsel Lipat Huawei Mate X6 Segera Masuk Indonesia, Intip Spesifikasinya
- Apa Itu Product Active Failed di Microsoft Word? Begini Penyebab dan Cara Mengatasinya
- TikTok Tidak Bisa Diakses Lagi di Amerika Serikat
- Cara Masukkan Tabel di Pesan Gmail dengan Mudah
- 3 Cara Menghapus Cache di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- CEO TikTok Ternyata Pernah Magang di Facebook
- Aplikasi TikTok Hilang dari Google Play Store dan Apple App Store AS
- Cara Factory Reset HP Xiaomi dengan Mudah dan Praktis
- Apa Arti “Re” di Gmail dan Mengapa Muncul saat Membalas Pesan?
- TikTok Jawab Putusan AS, Sebut 170 Juta Pengguna Akan Terdampak Penutupan
- Microsoft Hentikan Dukungan Office di Windows 10 Tahun Ini
- TikTok Terancam Ditutup, Medsos RedNote Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Amerika Akan Blokir TikTok, Siapa yang Bakal Diuntungkan?
- Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 13 5G di Indonesia
- Langkah Pertama yang Harus Dilakukan saat HP Hilang
- Cara Membeli Pelatihan Prakerja Via Bukalapak
- Cara Mematikan Notifikasi WhatsApp di Windows 10
- Telkomsel Setop Layanan Berbayar No Spam
- Hasil Babak Playoff Hari Pertama MPL ID S10, Alter Ego dan Rebellion Zion Angkat Kaki
- Asal Usul Tradisi Google Doodle, Keisengan Pendiri Google Saat Cuti