Teknologi “BTS Langit” Sudah di Ambang Pintu
Ketika Teknologi GSM (global system for mobile communication) Tekomsel pertama beroperasi di Batam 1 Januari 1994, Kapro (kepala proyek) GSM PT Telkom, Garuda Sugardo bilang layanan seluler akan mematikan layanan telepon kabel, yang saat itu jadi layanan utama PT Telkom.
Semua orang pun menyebut otaknya miring, apalagi ketika dia bilang bahwa 10 tahun lagi sopir truk dan tukang sayur akan memakai ponsel, kawan-kawannya bilang dia gila.
Semua terjadi sesuai “ramalan” Garuda, yang pernah jadi direktur di Telkom, Telkomsel dan Indosat serta anggota Dewan TIK Nasional (WanTIKnas). Kini dia punya ramalan baru, orang bisa pakai ponsel pintar biasa untuk mengakses sinyal dari satelit yang berfungsi sebagai BTS (base transceiver station) langit. Tidak membutuhkan lagi menara-menara BTS yang menjulang di mana-mana.
Tidak ada lagi kekosongan, blank spot, seperti sekarang, terutama di daerah 3T (terdepan, tertinggal dan terluar) seperti di kawasan Papua, sebagian Kalimantan dan pulau-pulau lainnya yang penuh hutan rimba dan perbukitan. Saat ini PT Telkomsel, kata Garuda, sedang melakukan uji coba dengan mitra pemilik satelit komunikasi yang berkedudukan di Virginia, Amerika Serikat.
Dari beberapa catatan yang ada, layanan akses satelit komunikasi ada dua macam, satelit konvesional dan satelit HTS (high throughput satellite), yang beroperasi sebagai satelit GEO (geostationer earth orbit). Satelitnya biasanya besar, berat sekitar 4 ton, “dipatok” pada koordinat tertentu di ketinggian 36.500 kilometer di atas Bumi.
Operasional GEO membutuhkan stasiun bumi yang kemudian akan menyebarkannya ke pelanggan karena pengguna layanan telekomunikasi tidak bisa mengakses langsung sinyal satelit. Satelit Palapa, satelit Telkom dan satelit Satria-1, termasuk satelit GEO yang memberi layanan telekomunikasi.
Faktor jarak yang begitu jauh membuat terjadinya jeda atau latensi sepersekian detik dalam layanan satelit GEO. Satelit orbit lebih rendah makin kecil jedanya, seperti satelit MEO (medium earth orbit – orbit menengah) dan LEO (low earth orbit – orbit rendah), dua jenis satelit yang beredar terus memutari bumi.
Gravitasi bumi
Satelit komunikasi Starlink milik Elon Musk adalah satelit LEO yang diluncurkan roket SpaceX, atau juga satelit Iridium, yang bergerak di ketinggian antara 500 kilometer hingga 1.000 kilometer. Beberapa waktu lalu Starlink dan Telkomsel untuk bekerja sama di Indonesia dan kabarnya biaya akses dan langganan bulanan Starlink satu titik masing-masing 99 dollar AS, atau sekitar Rp 1,5 juta dengan nilai tukar dollar saat ini.
Semua satelit harus berbekal roket yang bisa diaktifkan untuk mendorong kembali ke orbit, jika satelit melenceng atau turun karena gravitasi bumi. Makin sering roket diaktifkan, usia satelit makin kurang karena bakar roket terbatas dan pada satu saat satelit tidak bisa dikontrol lagi.
Usia satelit LEO pendek karena keberadaan mereka yang harus sering dikoreksi. Jika usia satelit GEO bisa sampai 15 tahun – 20 tahun, LEO hanya sekitaran 5 – 7 tahun saja.
Kendala gravitasi yang membuat LEO – juga MEO – harus terus bergerak agar tidak jatuh, setidaknya bertahan di ketinggian orbitnya. Karena bergerak terus, satu satelit LEO tidak mungkin hanya punya satu jejak layanan (foot print) seperti halnya GEO. Menurut SAT International, diperlukan 48 satelit LEO, estafet melayani satu kawasan yang dilayani satu satelit dalam waktu 10 menit.
Karenanya untuk meliput seluruh permukaan bumi diperlukan puluhan ribu satelit yang bergantian meng-hand over layanan untuk satu titik, sehingga bisa dimaklumi kalau Starlink menerapkan tarif tidak murah.
Cocok untuk 3T
Satelit LEO sangat cocok untuk kawasan yang jarang penduduk dan yang kontur kawasannya bergunung dan bukit serta sungai yang lebar seperti yang ditugaskan negara untuk Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi) sebuah badan layanan umum di Kementerian Kominfo. Kendala Bakti melayani daerah 3T misalnya Papua, kondisi geografis yang sangat menghambat. Dengan LEO semua kawasan 3T menjadi terbuka, tak ada yang tidak bisa dihubungi via ponsel.
Terkini Lainnya
- Cara Factory Reset HP Xiaomi dengan Mudah dan Praktis
- Apa Arti “Re” di Gmail dan Mengapa Muncul saat Membalas Pesan?
- TikTok Jawab Putusan AS, Sebut 170 Juta Pengguna Akan Terdampak Penutupan
- Microsoft Hentikan Dukungan Office di Windows 10 Tahun Ini
- TikTok Terancam Ditutup, Medsos RedNote Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Amerika Akan Blokir TikTok, Siapa yang Bakal Diuntungkan?
- Spesifikasi dan Harga Oppo Reno 13 5G di Indonesia
- Langkah Pertama yang Harus Dilakukan saat HP Hilang
- Kapan Sebaiknya Reset Pabrik pada HP? Begini Penjelasannya
- Ciri-ciri Penipuan di WhatsApp dan Cara Menghindarinya
- Kapan Harus Menghapus Cache di HP? Begini Penjelasannya
- Gmail Hampir Penuh? Begini Cara Cek Penyimpanannya
- Cara Menghapus Akun Google di HP dengan Mudah dan Cepat
- Tabel Spesifikasi Realme Note 60x dan Harganya, Mulai Rp 1 Jutaan
- Sah, Pemblokiran TikTok di AS Dekati Kenyataan
- Hasil MPL ID S10 Pekan Ke-8, Evos Legends Gagal Masuk Playoff
- Aset Xiaomi Senilai Rp 10,4 Triliun Dibekukan Pemerintah India
- Meta Resmi Luncurkan Fitur "NFT" di Facebook dan Instagram
- Infinix Note 12i 2022 Meluncur di Indonesia, Harga Rp 2 Jutaan
- Facebook Aktifkan Safety Check Pasca-Tragedi Kanjuruhan