Perjalanan Panjang Sistem Rekomendasi Video YouTube, dari Berbasis Klik hingga Aktivitas
- Pengguna YouTube tentu akrab dengan deretan konten rekomendasi yang muncul ketika sedang menonton video.
Isi konten yang disodorkan ini biasanya menarik minat pengguna karena sesuai dengan ketertarikan, sehingga mereka pun terdorong untuk menontonnya.
Menurut YouTube, sistem rekomendasi yang ditampilkan di laman beranda, dan saat menonton ini dibuat untuk membantu pengguna dalam menemukan konten yang ingin dilihat dan kira-kira bermanfaat.
Cara kerjanya, mengandalkan analisa profil dan perilaku pengguna, termasuk lokasi, riwayat video-video yang ditonton dan pencarian, hingga aktivitas di Google dan Chrome. YouTube pun bisa menyajikan video rekomendasi yang relevan.
Sistem rekomendasi YouTube tidak serta merta menjadi seperti sekarang, melainkan berubah-ubah seiring perkembangan waktu dan pemahaman pihak YouTube sendiri mengenai preferensi konten penggunanya.
Baca juga: Trafik YouTuber Indonesia Turun akibat Pandemi atau Algoritma?
VP of Engineering YouTube, Cristos Goodrow, menceritakan bahwa sistem rekomendasi YouTube awalnya menyodorkan konten berdasarkan popularitas.
Namun, cara pertama yang diterapkan pada 2008 ini ternyata kurang efektif. Sebagian besar tayangan video justru berasal dari link yang dibagikan di luar YouTube, alih-alih dari rekomendasi.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2011, YouTube mengubah kriteria sistem rekomendasinya dari popularitas menjadi berbasis klik yang dikumpulkan.
Namun, cara ini juga rupanya kurang jitu, karena angka klik yang tinggi bukan berarti pengguna akan suka dengan isi videonya.
"Pengguna memang akan meng-klik videonya, tapi, mereka cuma menonton sebentar karena memang bukan tipe video yang mereka cari," ujar Goodrow dalam press roundtable virtual yang digelar pada Selasa (19/10/2021).
Kemudian, pada 2012, YouTube menyertakan kriteria watch time atau seberapa lama sebuah video biasanya ditonton sebagai bagian dari penilaian untuk masuk rekomendasi.
Menurut Goodrow, jumlah penayangan sempat menurun ketika itu, tapi kualitas rekomendasi meningkat.
Pada 2016, YouTube mulai mengirim survei ke pengguna setelah menonton video untuk memberikan rating dengan skala 1-5 bintang.
YouTube turut menanyakan apa yang disukai atau tidak disukai pengguna dari video tersebut. Data tambahan berupa feedback ini kemudian dimasukkan ke sistem rekomendasi.
"Tentu saja, tidak semua orang mengisi survei tentang tiap video yang mereka tonton. Dari respon yang kami dapat, kami melatih model machine learning untuk memprediksi jawaban potensial dari survey semua orang," tutur Goodrow dalam laman blog YouTube.
Baca juga: 10 Video yang Paling Banyak Dapat Dislike di YouTube
Terkini Lainnya
- Qualcomm Umumkan Chip Baru untuk Smart Home dan IoT
- Hati-hati, Hacker Gunakan File ZIP untuk Menyusup ke Windows
- Headphone Vs Earphone, Mana yang Lebih Aman Digunakan?
- Advan ForceOne Rilis di Indonesia, PC AIO dengan AMD Ryzen 5 6600H
- Dampak Memakai Headset Terlalu Sering dengan Volume Tinggi yang Penting Dihindari
- Lantai Data Center Microsoft Pakai Bahan Kayu, Ini Alasannya
- Steam Setop Dukungan Windows 7 dan 8, Gamer Diminta Upgrade ke OS Baru
- AI Baru Buatan Induk ChatGPT Bisa Ambil Alih Komputer Pengguna
- Spotify Mulai Gaji Kreator Video Podcast
- Berapa Lama WhatsApp Diblokir karena Spam? Ini Dia Penjelasannya
- Sejarah Silicon Valley, Tempat Bersarangnya Para Raksasa Teknologi
- YouTube Rilis Fitur Saweran "Jewels", Mirip Coin di TikTok
- Cara Buat Daftar Isi yang Bisa Diklik Otomatis di Google Docs
- Twilio Ungkap Rahasia Cara Memberi Layanan Pelanggan secara Maksimal
- Fungsi Rumus AVERAGE dan Contoh Penggunaannya
- Advan ForceOne Rilis di Indonesia, PC AIO dengan AMD Ryzen 5 6600H
- Daftar 151 Pinjol Ilegal 2021 yang Diblokir Kominfo
- Realme GT Neo 2T Meluncur dengan RAM 12 GB
- Pengguna WhatsApp Bakal Lebih Mudah Nimbrung ke Grup Call yang Sedang Berlangsung
- Instagram Khawatir Pengguna Remaja Pindah ke Media Sosial Lain?
- Spesifikasi dan Harga MacBook Pro 2021, Termurah Rp 28 Juta