cpu-data.info

Orang Indonesia Hanya Bisa Pasrah kalau Ada Kebocoran Data

Ilustrasi hacker
Lihat Foto

- Kasus kebocoran data bukanlah barang baru di Indonesia. Di tahun 2020, tercatat ada 7 insiden kebocoran data yang dialami pemerintah maupun perusahaan swasta, seperti platform e-commerce.

Sementara sepanjang 2021 sendiri, terhitung sudah ada tiga kasus terkait dugaan kebocoran data masyarakat Indonesia.

Meliputi kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia diduga kuat identik dengan data milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada Mei lalu. Kemudian, disusul kebocoran data 2 juta nasabah BRI Life Syariah pada Juli 2021.

Baca juga: Data Pasien Covid-19 Diduga Bocor, Kominfo Audit Forensik Data Center Pemerintah

Yang terbaru, adanya dugaan kebocoran data milik 1,3 juta pengguna aplikasi Electronic Health Alert Card (e-HAC) versi lama buatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Meskipun belakangan, pihak Kemenkes mengeklaim data-data pengguna aplikasi e-HAC versi lama itu tidak sampai bocor, serta tidak mengalir ke platform mitra e-HAC.

Hanya pasrah

Terkait maraknya insiden kebocoran data di Indonesia, Konsultan dan peneliti keamanan siber, Teguh Aprianto mengatakan masyarakat tidak bisa melakukan hal apapun saat terjadi insiden kebocoran data. Dengan kata lain, masyarakat hanya bisa pasrah.

"Sayangnya nggak ada yang bisa dilakukan karena data yang bocor ini adalah data dasar, seperti kasus BPJS kemarin," kata Tegus melalui pesan singkat kepada KompasTekno, Rabu (1/9/2021).

Hal senada juga diungkapkan oleh Pratama Persadha selaku Kepala Lembaga riset siber CISSReC.

"Kita hanya bisa menjadi korban yang tidak berdaya, ketika data pribadi kita sudah diambil orang," kata Pratama.

Baca juga: Merunut Kebocoran Data E-HAC Kemenkes, dari Kronologi hingga Hapus Aplikasi

Ia melanjutnya, karena pada prinsipnya, masyarakat telah menyetor data pribadinya ke instansi pemerintah atau Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

Termasuk PSE Lingkup Privat yang menggelar layanan digital atau online seperti Facebook, Google, Twitter,Gojek, Grab, Tokopedia, dan sebagainya.

"Setelah disetor, kita hanya bisa berharap data kita aman," pungkas Pratama.

Masalahnya, keamanan data masyarakat Indonesia juga belum terjamin.

Absennya UU PDP

Ilustrasi perlindungan data pribadiShutterstock Ilustrasi perlindungan data pribadi
Menurut Pratama, keamanan data belum terjamin dikarenakan masih absennya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia.

"Masalahnya, di Indonesia adalah tidak ada UU yang melindungi data masyarakat baik online dan offline, karena itu UU Perlindungan Data Pribadi sangat ditunggu kehadirannya," kata Pratama.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat