Google Didenda Rp 9,9 Miliar karena Tolak Kabulkan "Hak untuk Dilupakan"
- Raksasa mesin pencari, Google, didenda 600.000 euro atau Rp 9,9 miliar oleh lembaga perlindungan data Belgia.
Denda itu dijatuhkan karena Google menolak hak untuk dilupakan atau right to be forgotten yang diminta oleh salah satu tokoh "ternama" namun anonim di Belgia.
Sebagai informasi, right to be forgotten adalah hak setiap orang untuk meminta agar informasi atau dokumen elektronik terkait dirinya yang sudah tidak relevan dapat "dihapuskan dari internet".
Tokoh tersebut meminta Google untuk menghapus tautan sejumlah berita tentang dirinya yang tersebar di laman pencarian Google.
Berita-berita tersebut berisi klaim pelecehan dan label politik yang tidak terbukti yang menurut sang tokoh tidak merepresentasikan apa yang diyakininya.
Menurut putusan pengadilan Uni Eropa tahun 2014, warga negara Eropa memang diperkenankan meminta perusahaan search engine seperti Google untuk menghapus artikel yang tidak akurat dan informasi kedaluwarsa tentang dirinya yang dianggap merusak citra.
Baca juga: Kasus Kebocoran Data di Indonesia dan Nasib UU Perlindungan Data Pribadi
Permintaan atas right to be forgotten tersebut sejatinya tidak harus selalu dikabulkan. Apalagi jika informasi yang beredar akurat dan memiliki unsur kepentingan publik.
Namun, hal ini harus mempertimbangkan hak individu dan privasi. Lembaga pelindungan data pribadi mengatakan bahwa Google melakukan pelanggaran serius dengan menolak permintaan tersebut. Otoritas menilai bahwa tindakan Google sangat lalai.
"Karena fakta-fakta belum ditetapkan, sudah lama, dan cenderung berdampak serius bagi pengadu, hak dan kepentingan orang yang bersangkutan harus menang," kata otoritas.
Di sisi lain, Google membantah klaim tersebut. Perusahaan yang bermarkas di Mountain View, California, AS itu akan melakukan banding atas keputusan lembaga pelindungan data Belgia.
"Sejak 2014, kami bekerja keras mengimplementasikan hak untuk dilupakan di Eropa dan mengambil langkah bijak, menyeimbangkan prinsip antara hak orang untuk mengakses informasi dan privasi," jelas perwakilan Google, dirangkum KompasTekno dari Cnet, Rabu (15/7/2020).
Baca juga: Sanksi Pidana di RUU Perlindungan Data Pribadi Diminta Dihapus
"Kami tidak yakin bahwa kasus ini bisa memenuhi kriteria Pengadilan Eropa untuk menghapus artikel jurnalistik dari pencarian, bahwa kami pikir informasi tersebut merupakan kepentingan publik dan laporan ini tetap dapat ditelusuri," imbuh perwakilan Google.
Namun, lembaga pelindungan data Belgia tidak sepakat dengan penjelasan Google. Mereka tetap akan meminta pengadilan untuk memutuskan.
Terkini Lainnya
- Jepang Siapkan Superkomputer Terkuat di Dunia
- Arti Istilah “Ang Ang Ang” yang Lagi Ramai di TikTok
- YouTuber iShowSpeed Live Streaming di Indonesia, Makan Gorengan dan Nasi Padang
- Cara Mengatasi Airdrop Menunggu Terus Menerus dan Tidak Bisa Menerima Data di iPhone
- Tampilan Control Center iPhone di iOS 18 Bisa Dimodifikasi, Begini Caranya
- Awas! iPad Jangan Update ke iPadOS 18 Dulu, Bisa "Freeze"
- 10 Fitur iOS 18 yang Menarik Dicoba, Bisa Ganti Ikon Aplikasi dan Control Center
- Chat Gamer di Discord Kini Tidak Bisa Diintip Hacker
- Cerita Kontingen E-sports Jabar, Sabet Emas PON Nomor Free Fire meski "Bentrok" Turnamen ASEAN
- Kapal Induk Italia "Cavour" Sandar di Jakarta, Bawa Jet Tempur F-35
- Tidak Ada Game PC di PON XXI 2024 Cabor E-sports, Kenapa?
- iPhone dan HP Android Akhirnya Akur, Bisa "SMS-an" Gratis
- Office LTSC 2024 Resmi, Tanpa Internet dan Tak Perlu Berlangganan
- Kompetisi Microsoft Excel Digelar di Indonesia untuk Pertama Kalinya, Final di Las Vegas
- Game "Final Fantasy XVI" Meluncur di PC, Ini Harganya di Indonesia
- Trailer Game "Far Cry 6" Dirilis Setelah Sempat Bocor
- Oppo A12s Resmi Meluncur, Ini Bedanya dari A12
- Cara Mengecek Kapasitas dan Penggunaan RAM di Perangkat Android
- Membandingkan Redmi 9 dan Redmi 8, Apa Saja Peningkatannya?
- Redmi 9 Versi Indonesia Tak Punya NFC, Ini Alasan Xiaomi