Limbah Elektronik Dunia Catat Rekor Tertinggi 53,6 Juta Ton
- Setiap tahun, para vendor smartphone berlomba merilis produk baru dari berbagai segmen. Mereka juga bersaing untuk mengapalkan ponsel lebih banyak setiap kuartalnya.
Itu baru smartphone. Belum lagi, pabrikan elektronik lain seperti laptop, televisi, atau perabot rumah tangga. Jangan lupakan wearable device yang beberapa tahun belakangan menjadi tren dan kian gencar dijual.
Ada hal yang luput dari pantauan selain semakin canggihnya teknologi di barang elektronik dan adu banyak penjuala. Yaitu limbah elektronik atau e-waste yang semakin menggunung.
Masalah sampah di bumi ini tidak semata-mata plastik yang sekarang mulai mendapat pehatian. Sampah elektronik juga perlu mendapat sorotan. Kabar buruknya, volume sampah elektronik kian menggunung dan memecahkan rekor terbanyak pada tahun 2019.
Menurut laporan terbaru dari The Global E-waste Statistic Partnership, total sampah elektronik dunia saat ini mencapai 53,6 juta ton.
Angka ini meningkat 9,2 juta ton dari laporan sebelumnya pada tahun 2014. Dari total sampah tersebut, hanya 17,4 persen yang bisa didaur ulang.
Baca juga: Apple Bikin Robot Penambang Logam Mineral dari Limbah iPhone
"Saya berharap kita bisa melakukan lebih baik dalam hal daur ulang," kata Vanessa Forti dari UN University.
The Global E-Waste sendiri merupakan usaha gabungan dari beberapa organisasi dan akadimisi dunia, yakni WHO, UN University, International Telecommunication Union (ITU), dan International Solid Waste Association (ISWA).
Volume sampah yang semakin menggunung setiap tahunnya cukup mengkhawatirkan. Sebab, jika sampah elektronik tidak didaur ulang, maka akan mencemari lingkungan.
Setiap komponen elektronik yang menjadi limbah, mengandung material yang bernilai dan beracun.
Misalnya, komponen dari lemari es dan AC yang mengandung Klorofluorokarbon (CFC), hydrochlorofluorocarbons, dan gas rumah kaca yang kuat yang bisa memperburuk krisis perubahan iklim.
Masalah di negara berkembang
Diperkirakan, 8 persen sampah elektronik yang dihasilkan penduduk negara maju seperti AS, dibuang ke tempat sampah dan akhirnya masuk ke insinerator atau tungku pembakar sampah.
Di negara berkembang, di mana kebanyakan negara tidak memiliki kebijakan formal terkait sistem pembuangan sampah, limbah elektronik kemungkinan tidak dikelola dengan baik.
Baca juga: Powerbank Buatan Warga Bekasi Manfaatkan Limbah Elektronik
Walhasil, masyarakat di negara tersebut mempereteli komponen elektronik secara mandiri (tanpa pengaman atau prosedur keamanan) atau menjualnya ke pendaur ulang yang tidak membuang sampah elektronik dengan benar.
Terkini Lainnya
- Apa Itu Spam di WhatsApp? Ini Penjelasan dan Ciri-cirinya
- Casio Umumkan Ring Watch, Jam Tangan Cincin Harga Rp 2 Juta
- Cara Menghapus Akun Facebook yang Sudah Tidak Dipakai, Mudah dan Praktis
- HP "Underwater" Realme GT 7 Pro Rilis Global, Ini Spesifikasinya
- Yahoo Mail Kebagian Fitur AI, Bisa Rangkum dan Balas E-mail Langsung
- Perbedaan Chromebook dan Laptop Windows yang Perlu Diketahui
- Oppo Reno 13 Series Meluncur Sebentar Lagi, Ini Tanggal Rilisnya
- Janji Terbaru Apple di Indonesia, Rp 1,5 Triliun untuk Cabut Blokir iPhone 16
- China Pamer Roket yang Bisa Dipakai Ulang, Saingi Roket Elon Musk
- 10 Cara Mengubah Tulisan di WhatsApp Menjadi Unik, Mudah dan Praktis
- Ini Dia, Jadwal Rilis Global dan Daftar HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS 2
- 2 Tim Indonesia Lolos Grand Final "Free Fire" FFWS Global 2024 di Brasil
- Hati-hati, Hacker Gunakan File ZIP untuk Menyusup ke Windows
- Dua Perangkat Apple Ini Sekarang Dianggap "Gadget" Jadul
- Valuasi Induk TikTok Tembus Rp 4.755 Triliun
- Usai Diblokir, Aplikasi TikTok Palsu Beredar di India
- Oppo Find X2 Pro Edisi Terbatas Dibekali Kamera Selfie di Bawah Layar?
- Game "Watch Dogs 2" Bisa Diunduh Gratis Pekan Ini
- AS Sedang Pertimbangkan Blokir TikTok, Alasannya?
- Bocoran Tampang Asli Samsung Galaxy Note 20 Ultra