Buntut Kasus George Floyd, IBM Setop Teknologi Pengenal Wajah
- Perusahaan teknologi International Business Machines (IBM) mengumumkan tidak akan lagi menawarkan teknologi pengenalan wajah atau software penganalisis wajah untuk pemakaian umum.
IBM membuat pengumuman tersebut di tengah protes massa global atas kematian George Floyd di Minneapolis dan perdebatan tentang bias dalam penggunaan teknologi biometrik.
George Floyd, pria kulit hitam, meninggal dunia setelah oknum kepolisian berkulit putih melakukan prosedur yang dianggap salah dan berlebihan. Peristiwa ini memicu protes dan kerusuhan di berbagai wilayah di AS.
Menurut CEO IBM, Arvind Krishna, teknologi pengenalan wajah seperti itu dapat digunakan untuk menarget kaum minoritas, atau melanggar hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Sony Kembangkan Teknologi Laser Pengenal Wajah untuk Ponsel
"Kami percaya sekarang adalah saatnya untuk memulai dialog nasional tentang bagaimana teknologi pengenalan wajah seharusnya digunakan oleh lembaga penegak hukum domestik," tulis IBM dikutip Kompastekno dari Sputniknews Rabu (10/6/2020).
Diketahui, sejumlah kepolisian di AS telah memasang kamera di baju aparat (bodycam), sebagian di antaranya memiliki teknologi pengenal wajah yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI).
Program AI harus diuji apakah ada bias atau tidak (menarget kaum tertentu), terutama saat dipakai untuk penegakan hukum, pengujian itu juga harus diaudit dan dilaporkan," kata Krishna.
Krishna juga mengatakan bahwa IBM mulai sekarang tidak akan lagi mengembangkan atau melakukan penelitian teknologi pengenal wajah, keputusan ini diumumkan Krishna dalam sebuah e-mail kepada sejumlah anggota Kongres di Amerika Serikat.
Baca juga: Cara Mematikan Pengenal Wajah di Facebook untuk Menjaga Privasi
Kepada Kongres AS, IBM menyatakan menentang penggunaan teknologi ini, termasuk untuk pengawasan massa, profil rasial, pelanggaran HAM dan kebebasan dasar, atau tujuan apa pun, yang tidak konsisten dengan nilai-nilai dan prinsip kepercayaan serta transparansi IBM.
Penggunaan kumpulan data profil rasial tersebut juga seharusnya hanya dapat diakses oleh para peneliti yang telah diverifikasi. IBM pun mengatakan bahwa individu seharusnya memiliki hak untuk dihapus dari kumpulan data tersebut.
Perusahaan raksasa komputer itu juga merekomendasikan kepolisian AS untuk lebih bertanggung jawab saat menggunakan teknologi ini, demi meningkatkan transparansi dan membantu polisi melindungi masyarakat tanpa diskriminasi atau ketidakadilan rasial.
Terkini Lainnya
- Jepang Siapkan Superkomputer Terkuat di Dunia
- Arti Istilah “Ang Ang Ang” yang Lagi Ramai di TikTok
- YouTuber iShowSpeed Live Streaming di Indonesia, Makan Gorengan dan Nasi Padang
- Cara Mengatasi Airdrop Menunggu Terus Menerus dan Tidak Bisa Menerima Data di iPhone
- Tampilan Control Center iPhone di iOS 18 Bisa Dimodifikasi, Begini Caranya
- Awas! iPad Jangan Update ke iPadOS 18 Dulu, Bisa "Freeze"
- 10 Fitur iOS 18 yang Menarik Dicoba, Bisa Ganti Ikon Aplikasi dan Control Center
- Chat Gamer di Discord Kini Tidak Bisa Diintip Hacker
- Cerita Kontingen E-sports Jabar, Sabet Emas PON Nomor Free Fire meski "Bentrok" Turnamen ASEAN
- Kapal Induk Italia "Cavour" Sandar di Jakarta, Bawa Jet Tempur F-35
- Tidak Ada Game PC di PON XXI 2024 Cabor E-sports, Kenapa?
- iPhone dan HP Android Akhirnya Akur, Bisa "SMS-an" Gratis
- Office LTSC 2024 Resmi, Tanpa Internet dan Tak Perlu Berlangganan
- Kompetisi Microsoft Excel Digelar di Indonesia untuk Pertama Kalinya, Final di Las Vegas
- Game "Final Fantasy XVI" Meluncur di PC, Ini Harganya di Indonesia
- Ponsel Menengah Samsung Akan Dibekali Fitur "Wireless Charging"?
- Rupiah Menguat, Samsung Belum Mau Turunkan Harga Smartphone
- Pengguna PS4, Xbox One, dan PC Bisa Balapan Bareng di "Need For Speed Heat"
- Oppo Pastikan Akan Bikin Chip untuk Smartphone
- Xiaomi Indonesia Klaim 22.000 Redmi Note 9 Habis Dipesan dalam 4 Jam