Perselisihan Trump Vs Twitter, Konflik Digital yang Mengancam Platform Lain
- Di dalam bahasa jawa dikenal istilah kutuk marani gebuk. Artinya kira-kira sesorang yang sengaja mendatangi bahaya.
Ungkapan itu cukup bisa menggambarkan apa yang dialami Twitter baru-baru ini, saat perusahaan mikroblogging itu sengaja menyenggol orang terkuat di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump.
Bermula dari kebijakan Twitter yang idealis dengan mengimplementasikan fitur fact checking barunya.
Fitur tersebut akan melabeli kicauan siapapun yang dianggap berpotensi menyesatkan atau berbahaya.
Kicauan tersebut akan diberi tanda peringatan atau tanda seru bewarna biru dan keterangan berbunyi "dapatkan fakta tentang (isu yang dikicaukan)".
Tak peduli siapa yang berkicau, jika twit tersebut dianggap berbahaya, Twitter akan melabelinya. Sekalipun kicauan itu diunggah oleh akun resmi Presiden AS @realDonaldTrump.
Baca juga: Twitter Tandai Kicauan Donald Trump sebagai Berpotensi Menyesatkan
Untuk pertama kalinya, Twitter melabeli kicauan Trump soal kisruh mail-in ballots pada pemilu AS 2020 sebagai informasi yang "berpotensi menyesatkan".
Mail-in ballots adalah kebijakan beberapa negara bagian di Amerika untuk mengirimkan surat suara ke alamat pemilih terdaftar lewat pos.
Hal itu dimaksudkan karena banyak warga AS yang takut tertular corona jika harus mendatangi bilik suara.
Tapi menurut Trump, mengirim surat suara lewat pos berpotensi mencederai pemilu dengan berbagai tindak kecurangan. Ia khawatir jika surat suara dirampok, dipalsukan, atau dirusak.
Ternyata, tindakan Twitter yang menandai kicauan tersebut menyinggung Trump.
Presiden yang juga aktif di media sosial itu menuding Twitter ikut campur dalam pemilu AS. Ia bahkan mengancam akan menutup media sosial.
"Twitter jelas-jelas mencederai kebebasan berpendapat dan saya sebagai Presiden tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," ungkap Trump dalam sebuah kicauannya.
Protes Trump ternyata tidak cukup di dunia maya. Selang dua hari setelah twitnya diberi label, Trump mengesahkan peraturan eksekutif section 230, tentang media sosial pada Kamis (28/5/2020).
Aturan tersebut bertujuan untuk membatasi imunitas hukum perusahaan berbasis internet, terutama tugas mereka dalam memoderasi konten.
Baca juga: Kicauan Donald Trump Soal Kekerasan di Minneapolis Disembunyikan Twitter
Terkini Lainnya
- 5 Tips Menatap Layar HP yang Aman buat Mata, Penting Diperhatikan
- Aplikasi ChatGPT Kini Hadir untuk Semua Pengguna Windows, Tak Perlu Bayar
- Apa Itu Spam di WhatsApp? Ini Penjelasan dan Ciri-cirinya
- Casio Umumkan Ring Watch, Jam Tangan Cincin Harga Rp 2 Juta
- Cara Menghapus Akun Facebook yang Sudah Tidak Dipakai, Mudah dan Praktis
- HP "Underwater" Realme GT 7 Pro Rilis Global, Ini Spesifikasinya
- Yahoo Mail Kebagian Fitur AI, Bisa Rangkum dan Balas E-mail Langsung
- Perbedaan Chromebook dan Laptop Windows yang Perlu Diketahui
- Oppo Reno 13 Series Meluncur Sebentar Lagi, Ini Tanggal Rilisnya
- Janji Terbaru Apple di Indonesia, Rp 1,5 Triliun untuk Cabut Blokir iPhone 16
- China Pamer Roket yang Bisa Dipakai Ulang, Saingi Roket Elon Musk
- 10 Cara Mengubah Tulisan di WhatsApp Menjadi Unik, Mudah dan Praktis
- Ini Dia, Jadwal Rilis Global dan Daftar HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS 2
- 2 Tim Indonesia Lolos Grand Final "Free Fire" FFWS Global 2024 di Brasil
- Hati-hati, Hacker Gunakan File ZIP untuk Menyusup ke Windows
- Update Zoom Sekarang Atau Tidak Bisa Dipakai Besok
- Garena Gelar Turnamen "Free Fire" untuk Influencer dan Profesional
- Telkomsel Mulai Gelar Layanan VoLTE
- Tidak Ada YouTube di Android Huawei, Ini Penggantinya
- Trafik Data Indosat Naik 27 Persen saat Idul Fitri di Tengah Pandemi