cpu-data.info

Peraturan "Data Center" Dianggap Bertentangan dengan Perlindungan Data

Ilustrasi perlindungan data pribadi
Lihat Foto

JAKARTA, - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, menilai bahwa disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 (PP 71) tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektornik dapat merugikan citra Presiden Joko Widodo.

Dalam Rapat Kerja dengan antara Kementerian Kominfo dengan Komisi I DPR RI, Rabu (5/11/2019), Sukamta mengatakan isi dari PP 71 tidak sejalan dengan pidato Presiden Joko Widodo tentang kedaulatan data pada saat peresmian Palapa Ring beberapa waktu lalu.

Baca juga: Jokowi: Internet Cepat Palapa Ring Jangan Dipakai untuk Sebar Hoaks

Menurut Sukamta, poin yang tidak sejalan ada pada Pasal 21 PP 71/2019 tentang data center yang boleh ditempatkan di luar negeri. Menurut dia, regulasi ini justru malah bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo tentang perlindungan data.

"Waktu peresmian Palapa Ring, presiden sampaikan pentingnya data. Data Indonesia bukan hanya data strategis, tapi data pola hidup juga tak boleh jatuh ke tangan asing. Tapi setelah pidato itu, malah tanda tangan PP 71 pasal 21 tentang diizinkannya data center di luar negeri," kata Sukamta.

"Apa Pak Presiden ini tidak tahu yang dibicarakan, apa tanda tangan peraturan tidak tahu apa yang ditandatangani, atau memang inginnya presiden diterjemahkan seperti itu? Ini salah siapa sebenarnya?" lanjutnya.

Baca juga: Draft RUU Perlindungan Data Pribadi Akan Diajukan ke DPR Desember 2020

Ia juga mengatakan penempatan data center yang diperbolehkan di luar negeri membuat Indonesia mengalami kerugian dari sejumlah sektor. Seperti misalnya sektor ideologi.

Dengan penempatan data di luar negeri, ia menilai hal tersebut jadi ancaman keberadaan data pribadi karena berada di pihak tidak berwenang.

"Dampak politiknya, seolah olah pak presiden ini tidak sensitif terhadap kedaulatan data. Ini secara politik PP merugikan citra presiden," ungkap Sukamta. Ia juga menilai secara ekonomi, PP 71 ini diperkirakan bisa merugikan 0,45 persen GDP pada 2021.

"Kalau penempatan data di luar negeri dirupiahkan kira kira 85,2 triliun," pungkas Sukamta.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat