80 Persen Perusahaan di Indonesia Pakai Software Bajakan
- Masih banyak perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia yang menggunakan piranti lunak (software) bajakan dalam bisnis mereka.
Bahkan, menurut studi dari aliansi piranti lunak (BSA), sebanyak 83 persen perusahaan di Indonesia masih menggunakan software bajakan atau tidak berlisensi (palsu).
Tidak disebutkan secara rinci berapa jumlah perusahaan Indonesia yang BSA teliti, untuk bahan riset mereka.
Namun, angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara Asia Tenggara teratas yang paling banyak menggunakan software ilegal, dari sisi penggunaan secara korporat.
Baca juga: Berhitung Risiko Memakai Software Bajakan
Di bawah Indonesia, ada Vietnam dengan penggunaan software tidak berlisensi sebanyak 74 persen, diikuti oleh Thailand 66 persen, Brunei Darussalam dan Filipina masing-masing 64 persen, Malaysia 51 persen, dan Singapura dengan 27 persen.
Dengan tingginya penggunaan software bajakan, BSA menyebut data masyarakat yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan ini bakal lebih berpotensi untuk terkena segala macam risiko, seperti kebocoran data, rentan terhadap malware, dan lain sebagainya.
“Perusahaan yang menggunakan software ilegal dapat membahayakan pelanggan, karyawan, dan warga Indonesia lainnya," kata Direktur Senior BSA, Tarun Sawney, dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTekno, Jumat (11/10/2019).
Lantas, mengapa penggunaan software bajakan di Indonesia pada level korporasi bisa tinggi?
Kurangnya kesadaran bahaya malware
Menurut BSA, kurangnya edukasi terhadap para pelaku bisnis, serta minimnya pengetahuan akan risiko penggunaan software bajakan, menjadi alasan utama angka tersebut tinggi.
Selain itu, BSA juga menyebut bahwa para perusahaan pemakai software bajakan ini enggan mengucurkan dana mereka untuk sekadar berinvestasi di alat operasi bisnis atau software.
Baca juga: 13 Game Balap di Play Store Ini Terinfeksi Malware
Terlebih, BSA menambahkan, belum ada langkah tegas dari pemerintah untuk menertibkan peredaran software bajakan, seperti menindak tegas para perusahaan yang memakai produk ilegal tersebut.
Padahal, jika berbicara hukum, ada Undang-Undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014 yang mengatur tentang masalah penggunaan software bajakan.
Nah, untuk meminimalisir peredaran piranti lunak bajakan, BSA menyarankan sejumlah pendekatan sebagai solusi yang bisa dilirik oleh pemerintah Indonesia.
Adapun pendekatan tersebut mencakup menggenjot upaya edukasi kepada pelaku bisnis terkait penggunaan software bajakan, serta memperbanyak kampanye tentang pelarangan software ilegal agar para pelaku bisnis mematuhi undang-undang yang berlaku.
Terkini Lainnya
- Cara Ganti Metode Pembayaran Akun Google, Mudah dan Cepat
- 3 iPhone Lawas Ini Tidak Akan Bisa Lagi Pakai WhatsApp
- Kenapa Meme di Media Sosial Selalu "Relate" dan Disukai?
- Cara Menggunakan DeepSeek di HP, Chatbot AI China Pesaing ChatGPT
- Microsoft "Pasang" AI DeepSeek di Laptop Copilot Plus PC
- AI DeepSeek Ternyata Pakai Chip Huawei Juga, Kurangi Ketergantungan pada Nvidia?
- Pemerintah AS Curiga DeepSeek Mencontek ChatGPT
- 17 Fakta DeepSeek, AI China Cerdas nan Murah yang Jadi Pesaing ChatGPT
- Youtuber MrBeast Tawar TikTok Rp 325 Triliun
- Nvidia Mulai Jual GPU RTX 5080 dan 5090 di Indonesia, Ini Harganya
- Smartwatch Garmin Error Segitiga Biru? Ini Solusinya
- DeepSeek Simpan 50.000 Chip AI "Terlarang" Nvidia?
- Meta Bayar Denda Rp 406 Miliar pada Trump, Perkara Akun Medsos
- Microsoft Rilis Surface Laptop 7 dan Surface Pro 11 dengan Prosesor Intel
- Akhir Januari, Nasib iPhone 16 di RI Masih Terkatung-katung