cpu-data.info

Peneliti Kembangkan Kecerdasan Buatan Penangkal Hoaks

Ilustrasi hoaks
Lihat Foto

- Peredaran berita hoaks di dunia maya makin marak dari waktu ke waktu. Beberapa platform seperti Facebook dan WhatsApp telah menciptakan tool khusus untuk menangkal beredarnya hoaks atau berita bohong.

Kini peneliti dari MIT Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory dan Computing Research Institute Qatar tengah mengembangkan cara serupa untuk membendung berita bohong memanfaatkan kecerdasan buatan atau AI.

Hanya saja, sistem ini bisa digunakan lebih luas, tidak hanya di platform tertentu. AI memakai teknologi machine learning untuk menakar kualitas sumber berita

Caranya adalah dengan menelaah artikel-artikel dari situs sumber berita untuk menilai akurasi dan biasnya. Alih-alih mempelajari sebuah klaim, sang AI fokus kepada bahasa yang digunakan dalam artikel.

Pembuat berita bohong biasanya cenderung memakai kata-kata yang hiperbolik seperti "konspirasi" atau "ekstrim". Sebanyak 2.000 artikel dari situs pengecek fakta Media Bias/Fact Check dipakai untuk "melatih" AI agar bisa mengenali gaya bahasa artikel hoaks.

AI bahkan juga bisa menggunakan referensi artikel dari Wikipedia tentang sebuah sumber berita untuk menilai kesahihannya. Semakin panjang artikel Wikipedia tentang sumber itu, maka kemungkinan bahwa situs memang sumber berita kredibel makin besar pula.

Begitu juga dengan alamat URL situs berita yang ikut ditimbang oleh sang AI. Alamat situs pengedar berita bohong biasanya lebih rumit dibandingkan situs yang terpercaya.

Baca juga: Riset: Facebook Lebih Jago Basmi Hoaks Ketimbang Twitter

Sayangnya, dilansir KompasTekno dari Engadget, Jumat (5/10/2018), sistem pendeteksi hoaks berbasis AI ini belum siap digunakan. Efektivitasnya dalam mendeteksi akurasi baru 65 persen, sementara bias baru bisa dideteksi sebesar 75 persen. 

Sang AI juga masih membutuhkan banyak artikel sebelum bisa melakukan penilaian, yakni setidaknya 150. Angka tersebut mungkin mencukupi untuk situs hoaks yang sudah lama ada. Tapi laman abal-abal yang baru muncul mungkin artikelnya belum sebanyak itu.

Untuk saat ini, pengecekan fakta agaknya masih membutuhkan manusia yang menelusuri kebenaran. Tapi bukan tak mungkin nantinya AI akan bisa mengambil alih tugas tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat