Google Tolak Pajang Iklan Kampanye Pemilu 2019 di Indonesia
HANOI, - Indonesia akan menyambut Pemilihan Umum serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 2019 mendatang. Jagat internet pun agaknya bakal menjadi salah satu ajang kampanye seperti pemilu 2014 lalu.
Menyikapi kemungkinan tersebut, pihak Google selaku pemilik platform iklan digital AdSense menyatakan tidak akan menerima iklan politik.
Langkah Google itu diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di sela gelaran Grand Launching Go-Viet di Hanoi, Vietnam, Rabu (12/9/2018). Sebelum datang ke acara, Rudiantara bertemu dengan Presiden Google Asia Pacific Karim Temsamani.
"Ini adalah kebijakan dari Google yang diambil untuk tidak masuk ranah politik, dengan tidak menerima iklan politik. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Google," ujar Rudiantara.
Di Internet, Google antara lain mendistribusikan iklan melalui jaringan AdSense.
Platform ini bisa menarget audience sesuai yang disasar oleh pengiklan dengan mengandalkan berbagai data tentang pengguna yang dikumpulkan oleh Google, termasuk data demografis seperti rentang usia, domisili, bahkan jenis barang yang belakangan dicari di internet.
Iklan yang sudah rinci mengincar sasaran itu lantas disalurkan ke etalase-etalase berupa banner atau boks iklan AdSense yang banyak dipasang di situs-situs internet berbagai pihak, mulai dari blog pribadi l institusi media.
Lantaran sudah membuat komitmen tak akan menerima iklan politik, seharusnya iklan Google di Indonesia pun nantinya bakal bebas dari unsur politik. Dengan demikian, Google diharapkan bisa membantu mengurangi peredaran fake news di internet.
Ini bukan kali pertama Google menyatakan netralitasnya dengan tidak menerima iklan berbau politik. Pada pemilu terakhir di Indonesia tahun 2014 lalu, Google pernah membuat komitmen yang sama.

Bagaimana dengan pengelola layanan internet lain seperti Facebook dan Twitter? Rudiantara mengatakan akan segera berdiskusi dengan pihak-pihak tersebut.
Di ranah pribadi, apabila terdapat pelanggaran lewat publikasi informasi menyesatkan, penindakannya dilakukan setelah kejadian (post-fact). Dengan inisiatif para penyedia layanan online, konten macam itu bisa dicegah sebelum beredar.
"Dalam hal ini, penolakan Google terhadap iklan politik adalah hal penting. Bisa lekas dikenali siapa yang pasang iklan, iklannya apa, lalu isinya apa. Kalau individu tidak bisa dikenali dengan cepat," pungkas Rudiantara.
Baca juga: DPR Khawatir Data Pengguna Facebook Indonesia Dipakai Konsultan Politik
Terkini Lainnya
- Microsoft Rilis Chip Kuantum Majorana 1 untuk Komputasi Skala Besar
- Beda Budaya Bisa Gagalkan Merger
- Cara Blokir SMS Spam yang Mengganggu di HP Xiaomi
- 2 Cara Menghapus Cache di HP Realme dengan Mudah dan Cepat
- Fitur Ini "Sulap" Oppo Find N5 Jadi Remot Laptop Apple Mac
- AMD Rilis 3 CPU Ryzen AI 300 Series
- Kulkas Pintar Samsung Bespoke AI Seri RS70 Resmi, Punya Fitur Penghemat Listrik
- Video: Fitur Samsung S25 Ultra Bikin Rekam Konser Seventeen Bangkok Jadi Anti-mainstream
- Hati-hati, Setting Bawaan di iPhone Bisa Jadi "Pintu" Hacker Menyusup
- Smartwatch OnePlus Watch 3 Resmi Meluncur, Layar Lebih Besar dan Terang
- YouTube Bikin Langganan "Premium Lite", Ini Bedanya dengan Premium Biasa
- Menkomdigi Minta Platform Digital Perketat Perlindungan Anak dari Konten Berbahaya
- 8 Ciri-ciri Chat Penipuan WhatsApp, Jangan Terkecoh
- Harga Laptop Akan Naik, Bos Acer Ungkap Alasannya
- 25 Tablet dan HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS dengan AI DeepSeek