Israel, Pusat Industri Teknologi Spionase
- Sebuah perusahaan Israel penyedia perangkat lunak forensik telepon seluler, Maret lalu, disebut-sebut berjasa membantu Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) dalam membongkar enkripsi iPhone yang digunakan salah satu tersangka penembakan di San Bernardino, California, AS.
FBI dilaporkan harus merogoh kas mereka, lebih dari 1,3 juta dollar AS (Rp 17,2 miliar), untuk membayar jasa mereka.
Meski belum ada konfirmasi seputar keterlibatan perusahaan Israel dalam kasus perseteruan FBI dan Apple itu, kejadian tersebut membuat industri pengintaian rahasia Israel jadi sorotan banyak pihak. Negeri di pusaran konflik Timur Tengah ini dinilai mempunyai teknologi tercanggih di dunia dalam industri perangkat pengintaian.
Pekan lalu, Apple buru-buru memperbarui keamanan produknya setelah aktivis hak asasi manusia Uni Emirat Arab, Ahmed Mansoor, jadi target peretasan perangkat ”Pegasus”. Perangkat ini dikaitkan dengan perusahaan Israel, NSO Group, di Herzliya, Israel.
Menurut lembaga Privacy International dari Inggris, sekitar 27 perusahaan perangkat pengintaian bermarkas di Israel. Jika dibandingkan jumlah penduduk, persentase jumlah perusahaan di Israel (0,33 per 100.000 warga) lebih besar daripada di AS (0,04 per 100.000 warga).
Bagi perusahaan-perusahaan itu, teknologi dibuat untuk memerangi kejahatan dan terorisme secara legal. ”Badan-badan pemerintah menggunakan teknologi pengintaian untuk tujuan ofensif, militer, dan spionase,” kata Privacy International.
Namun, ekspor produk-produk keamanan yang sensitif dari perusahaan-perusahaan itu harus seizin Kementerian Pertahanan Israel. Privacy International menyebutkan, polisi-polisi rahasia di Uzbekistan, Kazakhstan, pasukan keamanan Kolombia, Trinidad-Tobago, Uganda, Panama, dan Meksiko mendapat pasokan teknologi mata-mata dari perusahaan Israel.
Perang siber
Daniel Cohen, pakar terorisme siber di Institut Studi Keamanan Nasional, Israel, mengatakan, kecanggihan Israel dalam memproduksi teknologi tersebut berasal dari militernya. Militer Israel memiliki pelatihan perang siber kelas premium.
Di Israel, sebagian besar warga harus ikut wajib militer. Unit 8200 di militer Israel, yang menangani pembongkaran kode dan sinyal intelijen, dianggap menjadi mesin penetas perusahaan-perusahaan startup.
”Setelah menyelesaikan tugas wajib militer, pakar-pakar itu memanfaatkan keahlian mereka untuk mendirikan perusahaan-perusahaan startup atau bergabung dengan perusahaan-perusahaan yang ada dengan gaji selangit,” papar Cohen.
Saat ini, lanjut Cohen, terdapat lebih dari 300 perusahaan terkait siber di Israel, meski sebagian besarnya menciptakan produk-produk perlindungan dari serangan siber. ”Kurang dari 10 persen perusahaan pada sektor siber menghasilkan teknologi untuk membobol sistem-sistem komputer,” ujarnya.
Pada 2011, ada peristiwa yang mengundang perhatian. Allot Communications, salah satu perusahaan di Israel, dilaporkan menjual teknologi pemantau internet kepada Iran, rival abadi Israel. Hal-hal seperti ini tentu tidak dikehendaki Pemerintah Israel. Bagi mereka, ini seperti ”jeruk makan jeruk”. (AFP/SAM)
Terkini Lainnya
- 5 Merek HP Terlaris di Dunia 2024 Versi Counterpoint
- Ambisi Malaysia Jadi Pusat Data Center Asia Terganjal
- Apakah Mode Pesawat Bisa Menghemat Baterai HP? Begini Penjelasannya
- Ada Tonjolan Kecil di Tombol F dan J Keyboard, Apa Fungsinya?
- Cara Kerja VPN untuk Membuat Jaringan Privat yang Perlu Diketahui
- Konsol Handheld Windows 11 Acer Nitro Blaze 8 dan Nitro Blaze 11 Resmi, Ini Harganya
- X/Twitter Akan Labeli Akun Parodi
- Deretan Laptop Baru Asus di CES 2025, dari Seri Zenbook hingga ROG Strix
- 5 Penyebab Tidak Bisa Lihat Profil Kontak WA Orang Lain
- Cara Logout Akun Google Photos dari Perangkat Lain
- Reaksi TikTok soal Rumor Bakal Dijual ke Elon Musk
- RedNote, Medsos China Mirip TikTok Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Pasar Ponsel Dunia Akhirnya Membaik, Naik 4 Persen Tahun Lalu
- 10 Jenis Cookies di Internet dan Fungsinya
- Fitur Baru ChatGPT Bisa Ngobrol ala Gen Z