cpu-data.info

Mengapa HP dan Laptop "Dibebaskan" Trump tapi Tetap Mahal di Indonesia?

Setelah telat 7 bulan, iPhone 16 series akhirnya dipajang di toko retail resmi Apple di Indonesia mulai 11 April 2025.
Lihat Foto

- Di tengah ketidakpastian ekonomi global, konsumen tampaknya harus bersiap menghadapi potensi kenaikan harga gadget dan perangkat elektronik.

Hal ini dipicu oleh kebijakan yang dikenal sebagai "tarif Trump". Ini merupakan perintah eksekutif dari Presiden AS Donald Trump berupa persentase pajak yang dikenakan terhadap nilai suatu barang yang diimpor dari negara lain ke AS.

China menjadi target dengan tarif Trump yang tinggi, mencapai 145 persen per 14 April.

Ini menjadi kabar buruk bagi perusahaan elektronik global, mengingat China merupakan salah satu negara pusat yang memproduksi berbagai macam komponen gadget dan laptop serta merakit smartphone dan PC.

Meski ada pengecualian tarif impor untuk sejumlah produk elektronik dari China selama 90 hari ke depan, analis menilai hal tersebut belum menjamin stabilitas harga di pasar global, termasuk Indonesia.

Untuk di Indonesia, situasi ini disebut diperparah dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dollar AS.

Baca juga: Antisipasi Tarif Trump, Jepang Subsidi Warganya Setara Nintendo Switch 2

Dinamika kebijakan tarif Trump

Presiden Amerika Serikat Donald Trump membawa daftar negara yang dikenakan tarif impor dalam acara di Rose Garden bertajuk Make America Wealthy Again, di Gedung Putih, Washington DC, 2 April 2025.AFP/BRENDAN SMIALOWSKI Presiden Amerika Serikat Donald Trump membawa daftar negara yang dikenakan tarif impor dalam acara di Rose Garden bertajuk Make America Wealthy Again, di Gedung Putih, Washington DC, 2 April 2025.
Dalam dua pekan terakhir, kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi pusat perhatian karena menciptakan gejolak baru di pasar global. Kebijakan ini secara khusus menandai eskalasi terbaru dalam perang dagang antara AS dan China.

Trump pertama kali mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru pada 2 April 2025.

Saat itu, China dikenai tarif tambahan sebesar 34 persen, di luar pajak impor 20 persen yang telah lebih dulu diterapkan, sehingga total beban tarif terhadap barang impor dari China menjadi 54 persen.

Selain China, beberapa negara lain juga terkena imbas kebijakan ini. Misalnya, Korea Selatan dikenai tarif sebesar 25 persen, Jepang 24 persen, Vietnam 46 persen, India 27 persen, dan Indonesia 32 persen.

Yang menarik, respons China berbeda dari negara-negara lain yang cenderung membuka ruang negosiasi.

Pada 4 April, China justru memilih untuk membalas kebijakan Trump dengan memberlakukan tarif balasan sebesar 34 persen untuk produk impor asal AS, yang berlaku mulai 10 April.

Merespons langkah balasan tersebut, pada 7 April Trump mengancam menaikkan tarif hingga 50 persen tambahan jika China tidak mencabut kebijakan balasan tersebut.

Ancaman ini kemudian diwujudkan, dan pada 9 April, total beban tarif terhadap produk China yang masuk ke AS melonjak hingga 104 persen.

Pada hari yang sama, China tak tinggal diam dan kembali menaikkan tarif impor untuk produk asal AS hingga 84 persen.

Trump pun langsung merespons dengan kenaikan tarif lanjutan, menjadikan total beban tarif untuk produk China mencapai 145 persen.

Meskipun agresif terhadap China, Trump juga mengumumkan kebijakan yang sedikit lebih lunak terhadap negara-negara lain.

Masih pada 9 April, Trump menyatakan bahwa tarif impor untuk sebagian besar negara akan ditangguhkan selama 90 hari. Selama masa tenggang tersebut, hanya tarif sebesar 10 persen yang akan dikenakan sebagai bentuk “tarif timbal balik”.

Namun, kebijakan ini tidak berlaku bagi China, yang tetap dikenai tarif penuh sebesar 145 persen. China pun kembali merespons dengan memberlakukan tarif impor balasan sebesar 125 persen untuk produk-produk asal AS.

Baca juga: Trump Bebaskan Tarif untuk Smartphone, Laptop, dan Elektronik dari China

Dampak tarif Trump yang tinggi untuk China

Dengan diberlakukannya sanksi dagang, perusahaan-perusahaan teknologi AS dilarang berbisnis dengan perusahaan asal China, termasuk untuk pengiriman chip AI.

ABC.net Dengan diberlakukannya sanksi dagang, perusahaan-perusahaan teknologi AS dilarang berbisnis dengan perusahaan asal China, termasuk untuk pengiriman chip AI.
Tarif yang tinggi ini diyakini bakal berdampak pada perusahaan elektronik yang bergantung pada rantai pasokan global (terutama China), seperti Apple, misalnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat