Lembaga Pengawas dan Pemberi Sanksi Pelanggaran AI

PARA pemimpin negara di dunia tampak terperangah. Betapa cepatnya perkembangan teknologi Artificial intelligence (AI).
Kecepatan yang memberi manfaat besar ini, juga diikuti modus-modus kejahatan dan penipuan sebagai dampak negatif di samping maslahat yang dihasilkannya.
Belum lagi hadirnya bayang-bayang potensi AI tidak hanya akan melampaui kecerdasan manusia, tetapi lebih jauh akan menggerus peran dan eksistensi manusia dan peradabannya. Hal ini membuat Uni Eropa bergerak paling depan dengan membuat UU AI Eropa.
Teknologi ini pula yang mendorong peralihan dari Industri 4.0 ke Industi 5.0 berlangsung begitu singkat.
Lalu apakah untuk menghadapi hal ini negara memerlukan lembaga atau unit khusus sebagai pengawas?
Regulasi AI
Dilansir KPMG dalam laporannya “EU Artificial Intelligence Act” (31/1/2024), bahwa Sistem AI adalah sistem berbasis mesin yang dirancang untuk beroperasi dengan berbagai tingkat otonomi, dan memungkinkan kemampuan beradaptasi.
Hal ini sejalan dengan definisi UU AI Eropa yang dirangkum sebagai berikut:
Pertama, AI adalah sistem berbasis mesin, yang dirancang untuk beroperasi dengan berbagai tingkat otonomi.
Kedua, AI memungkinkan kemampuan beradaptasi setelah diterapkan untuk tujuan eksplisit atau implisit.
Ketiga, AI dapat membuat kesimpulan, dari masukan yang diterimanya.
Keempat, AI menghasilkan luaran berupa prediksi, konten, rekomendasi, atau keputusan yang dapat memengaruhi lingkungan fisik atau virtual.
Frederiek Fernhout & Thibau Duquin dalam artikelnya The EU Artificial Intelligence Act: our 16 key takeaway Stibbe (13/2/2024), menyatakan bahwa definisi ini mengikuti definisi terbaru dari OECD.
Di Indonesia, AI seringkali disebut “Kecerdasasan Buatan”, “Kecerdasan Artifisial” bahkan terbaru “Akal Imitasi”. Istilah yang terakhir memungkinkan penggunaan singkatan yang sama, yaitu AI.
Kecepatan pengembangan AI memberikan peluang besar bagi revolusi bisnis dan produk layanannya. Namun demikian, terdapat kekhawatiran akan konsekuensi yang tidak diketahui dan potensi yang ditimbulkan oleh teknologi ini.
KPMG menekankan, salah satu komponen penting dalam mengelola potensi risiko yang terkait dengan AI adalah regulasi yang tepat.
Terkini Lainnya
- Bocoran Spesifikasi HP Xiaomi 15 Ultra, Bawa Kamera Periskop 200 MP
- Ketika Google Mencibir, OpenAI Justru Meniru DeepSeek
- Harga ChatGPT Plus dan Cara Berlangganannya
- Ponsel Lipat Tiga Huawei Mate XT Ultimate Hiasi Bandara Kuala Lumpur Malaysia
- 9 Cara Mengatasi WhatsApp Tidak Ada Notifikasi kalau Tidak Buka Aplikasi
- Fenomena Unik Pakai Apple Watch di Pergelangan Kaki, Ini Alasannya
- 3 Cara Beli Tiket Bus Online buat Mudik Lebaran 2025, Mudah dan Praktis
- Instagram Uji Tombol "Dislike", Muncul di Kolom Komentar
- Video: Hasil Foto Konser Seventeen di Bangkok, Thailand, dan Tips Rekam Antiburik
- ZTE Blade V70 Max Dirilis, Bawa Baterai 6.000 mAh dan Dynamic Island ala iPhone
- 4 HP Android Murah Terbaru 2025, Harga Rp 2 juta-Rp 3 jutaan
- Cara Cek Numerologi di ChatGPT yang Lagi Ramai buat Baca Karakter Berdasar Angka
- 61 HP Samsung yang Kebagian One UI 7
- AMD dan Nvidia Kompak Umumkan Tanggal Rilis GPU Terbarunya
- 15 Masalah yang Sering Ditemui Pengguna HP Android
- Samsung Galaxy C55 5G Meluncur, Tandai "Comeback" C Series
- 2 Cara Buat Bingkai Profil Album Taylor Swift Terbaru yang Ramai di TikTok
- Industri PC Catat Pertumbuhan, Didorong oleh AI
- Album Baru Taylor Swift Pecahkan Rekor Spotify, Didengar 300 Juta Kali Sehari
- Lenovo Umumkan Laptop Bisnis Baru ThinkPad L Series dan X Series