cpu-data.info

Google Pecat Puluhan Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Ilustrasi kantor Google
Lihat Foto

- Google memecat 28 karyawan yang memprotes kerja sama perusahaan dengan pemerintah Israel pada Rabu (18/4/2024) waktu Amerika Serikat. Kerja sama itu disebut dengan Project Nimbus.

Lewat Project Nimbus, Google dan Amazon harus memasok layanan cloud termasuk kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ke pemerintah Israel, demi mendukung pengembangan alat militer. Nilai proyek itu adalah 1,2 miliar dollar AS (sekitar Rp 19,4 triliun).

Karyawan yang melayangkan protes menyatakan bahwa mereka menentang genosida. Cheyne Anderson, salah satu engineer Google Cloud sekaligus karyawan yang memprotes Project Nimbus menilai bahwa sebagai perusahaan global, Google sedianya tidak mengambil kontrak militer dengan pihak mana pun.

Anderson bersama sejumlah rekannya bahkan menduduki kantor CEO Google Cloud, Thomas Kurian sebagai bentuk protes pada Selasa (17/4/2024) malam. Mereka kemudian ditangkap karena dinilai masuk tanpa izin.

Baca juga: Israel Hibahkan Rp 49 Triliun ke Intel untuk Bangun Pabrik Chip

Rabu pagi, mereka yang memprotes dilarang masuk ke akun kerja dan kantor, diberikan cuti administratif dan diminta menunggu info selanjutnya untuk kembali bekerja. Namun kemudian pada Rabu malam Vice President of Global Security Google, Chris Rackow menerbitkan memo yang memuat informasi pemecatan.

Menurut Google, sejumlah karyawan itu telah mengganggu kerja karyawan lain karena melakukan aksi protes di dalam kantor.

"Menghalangi pekerjaan karyawan lain secara fisik dan mencegah mereka mengakses fasilitas kami jelas merupakan pelanggaran kebijakan kami dan merupakan perilaku yang tidak dapat diterima sama sekali," kata Google dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Reuters, Sabtu (20/4/2024).

Sebelum dipecat, Rackow mengeklaim pihaknya sudah melakukan penyelidikan terhadap puluhan karyawan yang melayangkan protes. Raksasa teknologi ini juga menyatakan akan terus menjalankan penyelidikan dan mengambil tindakan yang diperlukan.

Para karyawan yang terdampak pemecatan kemudian melayangkan pernyataan balasan lewat platform Medium. Lewat kampanye "no Tech for Apartheid", mereka menyebut keputusan Google sebagai "tindakan balas dendam". Mereka juga menyayangkan karena ada beberapa karyawan yang tidak ikut protes, tetapi terdampak pemecatan.

Baca juga: Tren Pencarian Google 2023: Shakira, Perang Israel-Gaza, Barbie, hingga Bibimbap

Adapun soal aksi protesnya, mereka mengeklaim punya hak untuk melakukan aksi itu khususnya dalam menentang proyek Nimbus.

"Karyawan Google punya hak untuk melakukan protes secara damai tentang syarat dan ketentuan kerja kami," kata para karyawan di Medium.

Namun Google mengeklaim bahwa royek Nimbus "tidak ditujukan sebagai beban kerja yang sangat sensitif, rahasia atau militer yang relevan dengan senjata atau badan intelijen".

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat