IDC: Industri Printer Indonesia Merosot Tajam
- Pandemi yang terjadi sejak awal 2020 membuat industri printer di Indonesia terpuruk.
Muhammad Faris Latief, IPDS Market Analyst IDC Indonesia, mengatakan produk Printer/LFP di Indonesia turun 45,3 persen pada kuartal I-2021 dibanding periode yang sama tahun 2019.
Dalam laporan Worldwide Quarterly Industrial Printer Tracker, IDC juga mengatakan bahwa produk yang paling tertekan selama 2020 adalah Computer Aided Design (CAD) atau Printer Teknikal (Plotter).
Penyebab utamanya adalah karena keterbatasan perusahaan untuk membeli peralatan baru (termasuk plotter) dan dihentikannya proses pengadaan tender barang dan jasa di bawah KPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa pemerintah) selama pandemi. Pangsa pasar CAD menurun 65 persen YoY.
"Dampak Covid-19 terasa begitu nyata khususnya untuk market printing," jelas Faris melalui keterangan resmi yang diterima KompasTekno, Rabu (8/4/2021).
Baca juga: Printer Canon Pixma Pro-200 Meluncur di Indonesia, Punya 8 Warna Tinta
Sementara itu, di sektor Grafik, penurunan terjadi hingga 36,4 persen dari tahun ke tahun. Sektor ini didominasi oleh Jasa Printing Digital atau komersial.
Volume penurunan terjadi lebih dari 50 persen dibanding tahun 2019. Berdasarkan nilai produk, pasar industri printer menurun setidaknya -9,93 YoY.
Nilai penurunan ini disebut tidak terlalu signifikan, meskipun ada penurunan besar-besaran dalam jumlah unit yang tiba di Indonesia. Menurut IDC, segmen grafik memiliki nilai paling besar, tapi industri tekstil dan kemasan label memberikan dampak positif tahun 2020.
"Dengan resesi ekonomi yang diperkirakan berlangsung hingga Q1 2021 ini, kondisi Industrial Printer akan tetap berada di bawah tekanan setidaknya hingga Q3 2021 setelah Idul Fitri dan bulan Ramadhan," imbuh Faris.
Baca juga: 5 Tips Memilih Printer, Lebih Baik Sedikit Mahal tetapi Awet dan Hemat Biaya Perawatan
Tren selama pandemi
Kendati sejumlah segmen yang mengalami penurunan, pandemi juga memunculkan tren lain di dunia percetakan. Salah satunya adalah tren mesin PET-Direct to Film yang menjadi alternatif dalam pasar cetak tekstil.
Teknologi ini adalah pengganti teknologi sablon tradisional dan diperkirakan akan menjadi pesaing pasar DTG dan Polyflex.
"Biaya mencetak satu T-Shirt dengan ukuran A4 di muka depan kaos adalah sekitar Rp 3.000 untuk full color-nya," ungkap Faris.
Menurutnya, biaya ini kemungkinan adalah yang termurah dibanding teknologi serupa dalam segmen Grafik Tekstil.
Faris optimistis dengan pengembangan teknologi cetak pada 2021 yang diharapkan bisa menumbuhkan kreativitas, inovasi, dan hasil cetak yang sesuai. Ia juga berharap pasar segera kembali pulih tahun ini.
Terkini Lainnya
- Cara Login Akun BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO di HP Android dan iPhone
- Sony Mulai Jual Konsol PlayStation 5 Versi Refurbished, Hemat Rp 1 Jutaan
- Google Menang Gugatan di Uni Eropa, Batal Bayar Denda Rp 25 Triliun
- Cara Cek Aktivitas Login Akun Instagram biar Aman
- Mengenal Sehat Sutardja, Pionir di Balik Kesuksesan Marvell Technology
- Advan 360 Stylus Pro Resmi di Indonesia, Laptop Convertible Harga Rp 7 Juta
- HP Realme 13 Pro 5G dan 13 Pro Plus 5G Resmi di Indonesia, Harga Rp 6 Jutaan
- Cara Bikin Ikon Aplikasi iPhone di iOS 18 Jadi Menarik, Warna dan Ukurannya Bisa Diganti
- Pionir Semikonduktor Modern Sehat Sutardja Meninggal Dunia
- Bagaimana Cara Registrasi Kartu Telkomsel? Ini Dia Langkah-langkahnya
- Mirip TikTok Shop, YouTube Shopping Juga Bisa buat Jualan dan Belanja
- Bikin Video YouTube Shorts Sekarang Lebih Praktis, Dibantu AI
- Mau Dapat Cuan Lebih dari YouTube Shopping? Ini Syaratnya
- Microsoft Perbarui AI Copilot, Ada Fitur Kolaborasi Serupa Freeform
- iPhone 16 Enggak Selaku iPhone 15?
- Google I/O Tahun Ini Digelar Gratis, Ini Link Pendaftarannya
- Vivo X60 dan X60 Pro Meluncur di Indonesia Nanti Malam, Ini Link Acaranya
- Oppo Reno5 Z 5G Resmi Meluncur dengan Chip Mediatek Dimensity 800U
- Spesifikasi serta Harga Realme 8 dan Realme 8 Pro di Indonesia
- Jeff Bezos Jadi Orang Terkaya di Dunia Versi Forbes, Segini Kekayaannya