Pakar IT Komentari Anggaran Komputer "Mainframe" Rp 128 Miliar BPRD DKI
JAKARTA, - Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta mengajukan pengadaan satu unit komputer mainframe beserta perangkatnya seharga Rp 128 miliar.
Pengajuan itu pun kemudian ramai diperbincangkan oleh publik karena harga tersebut dianggap terlalu mahal untuk satu buah perangkat komputer.
Ketua BPRD DKI Jakarta, Faisal Syafruddin, mengatakan komputer tersebut akan digunakan untuk meneliti potensi semua jenis pajak daerah secara digital.
Dengan demikian, BPRD DKI mengetahui angka riil penerimaan pajak daerah yang harus masuk ke kas daerah setiap tahunnya.
Baca juga: Apa Itu Komputer Mainframe yang Ingin Dibeli BPRD DKI?
Selain itu, pengadaan komputer mainframe itu pun bertujuan untuk mencegah adanya kebocoran pajak daerah.
Pasalnya, dengan sistem dalam komuputer manframe ini BPRD DKI akan dapat mengetahui angka nyata dari penerimaan pajak.
"Kami bisa melakukan manajemen risiko dalam rangka untuk menekan kebocoran pajak," ucap Faisal.
Overkill
Menanggapi hal tersebut, pakar IT dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menilai bahwa secara teori komputer mainframe memang cocok untuk mengelola data input dan output.
Namun menurutnya harus diperhatikan juga berapa banyak data yang akan dikelola. Alfons mengatakan jika data yang dikelola hanya untuk analisa kebutuhan pajak, penggunaan komputer mainframe tersebut berlebihan.
"Kalau bank besar seperti BCA, Mandiri dan BRI itu pakai mainframe wajar, karena transaksinya sangat besar dan membutuhkan kemampuan proses data yang sangat time sensitive. Kalau untuk analisa kebutuhan pajak sih rasanya overkill yah," kata Alfons Senin (9/12/2019).
Baca juga: Ini Spesifikasi Komputer IBM ZR1 Rp 66 Miliar yang Dilirik BPRD DKI
Selain itu, menurut Alfons, saat ini tren di dunia teknologi secara perlahan sudah meninggalkan solusi mainframe yang dianggap terlalu banyak memakan anggaran. Solusi mainframe ini pun dianggap terlalu bergantung kepada vendor penyedia.
"Beralih ke solusi yang lebih efisien, spesialis datanya lebih banyak tersedia, tidak kalah canggih dan jauh lebih murah," ungkap Alfons.
"Kalau pakai sistem non-mainframe seperti Hadoop lebih banyak ahlinya dan lebih murah secara cost. Spesialisnya lebih banyak dan ketergantungan terhadap vendor jauh lebih rendah," lanjutnya.
Senada dengan Alfons, pakar IT Ruby Alamsyah mengatakan bahwa komputer mainframe yang diajukan BPRD DKI Jakarta memiliki spesifikasi yang terlalu tinggi.
Terkini Lainnya
- Selamat Tinggal Stiker Apple, "Unboxing" iPhone 16 Akan Berbeda Rasanya
- 8 Cara Mengatasi Notifikasi WhatsApp Tidak Bunyi dengan Mudah
- Spesifikasi dan Harga Tablet Infinix Xpad 4G di Indonesia, Mulai Rp 2 Jutaan
- Smartwatch Huawei Watch GT 5 dan GT 5 Pro Resmi, Diklaim Lebih Akurat Pantau Kesehatan
- Spesifikasi dan Harga Realme 13 Pro Plus 5G di Indonesia
- 3 Game Gratis Epic Games, Ada Game Zombi "The Last Stand: Aftermath"
- Jakarta Juara Umum PON XXI Cabor E-sports
- Spesifikasi dan Harga Realme 13 Pro 5G di Indonesia
- Jadwal MPL S14 Pekan Ini, Ada "Rematch" RRQ Hoshi Vs Evos Glory
- YouTube Kini Punya Tombol "Hype" untuk Dongkrak Popularitas Kreator Pemula
- Elon Musk Umumkan Blindsight, Inovasi agar Tunanetra Bisa Melihat Lagi
- Game "God of War Ragnarok" PC Resmi Meluncur, Ini Harganya di Indonesia
- Tablet Huawei MatePad Pro 12.2 dan MatePad 12 X Meluncur, Kompak Pakai Layar PaperMatte
- Mengenal Sehat Sutardja, Pionir di Balik Kesuksesan Marvell Technology
- YouTube Rilis Communities, Fitur Mirip Forum untuk Interaksi dengan Penonton