cpu-data.info

Operator Seluler Bisa Raup Rp 25 Triliun Per Tahun dari 5G

Ilustrasi 5G
Lihat Foto

JAKARTA, - Perusahaan penyedia infrastruktur jaringan asal Amerika Serikat, Cisco mengatakan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk memonetisasi jaringan 5G, jika kelak telah tersedia.

Bahkan berdasarkan hasil riset internal, Cisco mengklaim pendapatan tahunan operator seluler bisa mencapai angka 1,8 miliar dollar AS atau setara Rp 25,5 triliun. Namun, operator seluler tersebut harus menemukan use case yang tepat.

Menurut Dharmes Malhotra, Managing Director ASEAN Service Provider Sales, hal tersebut dipicu oleh peluang penggunaan 5G yang besar di Tanah Air.

Ia mengatakan bahwa populasi Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN sehingga peluang inilah yang bisa dimanfaatkan oleh opeartor untuk mendulang keuntungan.

Baca juga: Tak Cuma Ponsel, Samsung Juga Incar Peralatan Jaringan 5G di Indonesia

Dharmesh Malhotra, managing director ASEAN service provider sales Cisco.
/Gito Yudha Pratomo Dharmesh Malhotra, managing director ASEAN service provider sales Cisco.
Dharmes juga menambahkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan dari teknologi 5G di Indonesia, operator akan menghadapi sejumlah tantangan seperti ketersediaan spektrum untuk menggelar 5G, penetapan harga, hingga "use case" penggunaan 5G.

"Indonesia memiliki populasi yang besar, industri yang besar, sehingga operator harus menemukan 'use case' yang tepat," kata Dharmes dalam pemaparannya di kawasan Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).

Studi Cisco juga menyebut bahwa implementasi jaringan 5G di kawasan ASEAN diprediksi akan mencapai 25 persen hingga 40 persen. Sementara angka penggunaan jaringan 5G di Indonesia diperkirakan akan mencapai 27 persen pada tahun yang sama.

Implementasinya bukan hanya digunakan pada sektor komunikasi semata, tetapi juga beragam sektor lain yang membutuhkan internet dengan kecepatan tinggi dan latensi yang rendah. Seperti misalnya sektor kesehatan, transportasi, hingga permainan virtual.

Baca juga: XL: 5G di Indonesia Perlu Kerja Sama dan Network Sharing Antar-operator

"Contohnya alat-alat robotik yang ada di rumah sakit yang harus dikendalikan dengan latency rendah, atau kendaraan tanpa pengemudi," lanjut Dharmesh.

Sementara biaya yang harus dikeluarkan operator untuk berinvestasi, diperkirakan akan mencapai 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 141 triliun untuk pembangunan infrastruktur hingga tahun 2025 mendatang.

"Operator diperkirakan bisa mendapat 1,4 miliar dollar AS sampai 1,8 miliar dollar AS. Dari pendapatan itu, paling besar diperoleh dari enterprise yaitu sebesar 620 juta dollar AS sampai 780 dollar AS. Sisanya dari konsumen," pungkas Dharmesh.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat