Teknologi Cerdas, Ancaman atau Tantangan buat Manusia?

—“Dengan bantuan mesin dan 170 pekerja, per hari kami menghasilkan 66.000 pon (sekitar 30.000 kg) kacang mede, sementara dulu hanya 2.000 pon (sekitar 907 kg) saat dikerjakan manual oleh 2.000 orang."
Parafrase tersebut adalah salah satu kutipan dari video dan artikel di situs Wall Street Journal (WSJ) edisi 1 Desember 2017, tentang penggunaan mesin dan pengaruhnya bagi industri, seperti dapat dilihat di link #.
WSJ memulai sajian kontennya dari kesibukan pekerja di India mengupas biji mede. Detail.
Gambar lalu beralih ke industri serupa di Vietnam. Bedanya, di negara ini proses produksi lebih banyak mengandalkan mesin. Hasilnya berlipat kali.
Tenaga manusia di industri mede Vietnam hanya untuk fungsi pengawasan dan penanganan gangguan. Itu pun beberapa orang saja yang diperlukan untuk skala berlipat kali industri serupa di India.
Pada hari ini, tutur WSJ, Vietnam sudah menggusur India sebagai pusat kacang mede dunia.

Mesin cenderung lebih presisi dalam pekerjaannya. Pekerjaan berulang pun minim kesalahan. Memilah kualitas produk pun tak mustahil dilakukan mesin.
Penggunaan mesin yang bisa menggantikan kerja manusia tak hanya terjadi di industri seperti cerita WSJ di atas. Hampir semua lini industri memungkinkan penggunaan mesin—dari sederhana sampai cerdas—untuk pekerjaan yang sebelumnya dipegang manusia.
Teknologi cerdas makin mengemuka sejalan dengan terus berkembangnya algoritma kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). Serasa belum cukup, teknologi informasi pun mengembangkan AI lebih lanjut ke ranah machine learning (ML) dan belakangan deep learning (DL).
Intinya, semua aktivitas yang selama ini dikerjakan manusia—manual pakai tangan atau mekanik dengan bantuan mesin—dipelajari lalu dikembangkan dan direplikasi dengan ML dan DL tersebut. Peralatan-peralatan dibuat bisa menggantikan manusia dengan benaman peranti lunak cerdas.
Salah satu contoh terkini, urusan menyalakan dan menghidupkan lampu sudah bisa dijalankan dengan bantuan sebuah speaker pintar. Speaker! Produk Google, misalnya, telah beredar di pasaran.
Seperti dalam film-film fiksi ilmiah, teknologi informasi saat ini sudah bisa mewujudkan peranti seperti speaker itu tadi yang mampu bercakap-cakap dan menjalankan berbagai perintah laiknya asisten kita.

Pertanyaan yang lalu mengemuka, di mana peran manusia pada masa mendatang? Atau, apakah pekerjaan manusia akan benar-benar tergantikan oleh mesin dan teknologi informasi?
“Saya percaya, kreativitas manusia tak akan benar-benar terkejar teknologi. Jadi, kemajuan teknologi ini semestinya (hanya) membuat manusia makin kreatif, tak lagi semata mengerjakan pekerjaan rutin,” ujar VP of Machine Learning Amazon Web Services (AWS) Swami Sivasubramanian, dalam sesi wawancara khusus dengan peliput dari Indonesia, di Las Vegas, Amerika Serikat, Kamis (30/11/2017).
Sejumlah kekhawatiran mengenai kehadiran teknologi yang memungkinkan menggantikan peran manusia sudah beberapa kali muncul. Bahkan futurist seperti Gerd Leonhard sampai khusus menulis buku berjudul Technology vs Humanisme, sebagai respons atas menguatnya kekhawatiran tersebut.
Seperti halnya Swami, Leonhard juga menyebutkan bahwa area kerja manusia yang tak akan pernah bisa digantikan mesin adalah yang berkaitan dengan kreativitas dan hal-hal manusiawi. Hal-hal manusiawi itu, sebut Leonhard, mencakup pula soal intuisi, kurasi, pemilahan ide, etika, empati, dan emosi.
Terkini Lainnya
- Cara Mengaktifkan Kembali M-Banking BCA Terblokir tanpa Harus ke Bank
- 7 Game PS5 Menarik di Sony State of Play 2025, Ada Game Mirip GTA V
- Samsung Pinjamkan 160 Unit Galaxy S25 Series di Acara Galaxy Festival 2025
- 15 Masalah yang Sering Ditemui Pengguna HP Android
- Samsung Gelar Galaxy Festival 2025, Unjuk Kebolehan Galaxy S25 Series lewat Konser dan Pameran
- Apa Beda Login dan Sign Up di Media Sosial? Ini Penjelasannya
- Kenapa Kursor Laptop Tidak Bergerak? Begini Penyebab dan Cara Mengatasinya
- Oppo A3i Plus Resmi, HP Rp 3 Jutaan dengan RAM 12 GB
- 2 Cara Melihat Password WiFi di MacBook dengan Mudah dan Praktis
- Xiaomi Umumkan Tanggal Rilis HP Baru, Flagship Xiaomi 15 Ultra?
- Wajib Dipakai, Fitur AI di Samsung Galaxy S25 Ultra Bikin Foto Konser Makin Bersih
- Ramai Konser Hari Ini, Begini Setting Samsung S24 dan S25 Ultra buat Rekam Linkin Park, Dewa 19, NCT 127
- WhatsApp Sebar Fitur Tema Chat, Indonesia Sudah Kebagian
- Ini Mesin "Telepati" Buatan Meta, Bisa Terjemahkan Isi Pikiran Jadi Teks
- Begini Efek Keseringan Pakai AI pada Kemampuan Berpikir Manusia