Peneliti Beberkan Dampak Gadget VR bagi Anak

KOMPAS.com - Meski banyak digemari, headset Virtual Reality (VR) yang saat ini banyak beredar di pasar ternyata memiliki dampak bagi kesehatan manusia, terutama anak-anak.
Dari hasil riset yang dilakukan para ilmuwan Universitas Leeds, Inggris, penggunaan headset VR dalam jangka panjang dapat memicu masalah penglihatan dan keseimbangan bagi anak-anak. Sedangkan bagi orang dewasa, gejala sakit mata dan nyeri pada bagian kepala sering terjadi.
Hal ini disimpulkan ketika tim peneliti dari Universitas Leeds melakukan percobaab dengan melibatkan 20 anak berusia antara 8 hingga 12 tahun. Dalam penelitian tersebut, mereka diminta memainkan game berbasis VR dengan durasi sekitar 20 menit, lalu diperiksa setelahnya.
Dari hasil pemeriksaan, beberapa anak mengalami gangguan jarak pendengaran. Sedangkan anak lainnya menunjukkan gangguan keseimbangan secara drastis.
"Dalam perangkat VR, dunia tiga dimensi virtual ditampilkan di layar 2D dan menempatkan layar pada sistem visual manusia," kata Mark Mon-Williams, profesor psikologi kognitif di Universitas Leeds, dikutip KompasTekno dari The Guardian, Selasa (14/11/2017).
"Pada orang dewasa, itu bisa menyebabkan sakit kepala dan sakit mata. Tapi dengan anak-anak, konsekuensi jangka panjang sama sekali belum diketahui," tambah Mon-Williams.
Meski efek ini dirasakan dalam waktu singkat, hal ini tetap berpotensi menyebabkan kerusakan pertumbuhan fisiologis pada anak.
Baca: Bos Apple Tak Minat Kembangkan VR, Kenapa?
Meski demikian, penggunaan headset VR tetap harus ditinjau ulang, sehingga dapat menghasilkan manfaat terbaik bagi manusia, terutama anak anak.
Peninjauan tersebut tidak hanya dilakukan melalui perbaikan kualitas tampilan layar pada perangkat VR. Pendampingan orang tua dan penyesuaian pada anak harus tetap dilakukan sehingga tidak kesulitan untuk membedakan mana dunia nyata dan mana realitas buatan.
"Perlu ada pemahaman tentang bagaimana anak berinteraksi dengan dunia virtual, bagaimana mereka berfokus pada objek dan bagaimana mereka bisa merasakan jarak di dunia itu," ujar Mon-Williams
"Hal yang hebat tentang kenyataan maya adalah, Anda tidak lagi tertahan oleh mekanika Newton. Anda menciptakan dunia Anda sendiri tapi itu memiliki potensi untuk menciptakan interaksi yang tidak wajar," tambahnya
Baca juga : Dua Tantangan VR di Industri PC
Terkini Lainnya
- YouTube Bikin Langganan "Premium Lite", Ini Bedanya dengan Premium Biasa
- Menkomdigi Minta Platform Digital Perketat Perlindungan Anak dari Konten Berbahaya
- 8 Ciri-ciri Chat Penipuan WhatsApp, Jangan Terkecoh
- Harga Laptop Akan Naik, Bos Acer Ungkap Alasannya
- 25 Tablet dan HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS dengan AI DeepSeek
- Mencoba MSI Claw 8 AI Plus, Konsol Gaming Windows 11 dengan Joystick RGB
- Cara Pakai WhatsApp Bisnis buat Promosi UMKM
- Cara Buat Kartu Ucapan Ramadan 2025 untuk Hampers lewat Canva
- Databricks Ekspansi ke Indonesia: Buka Potensi AI dan Pengelolaan Data
- GPU Nvidia RTX 5070 Ti Mulai Dijual di Indonesia, Ini Harganya
- Oppo Rilis Case dan Wallet Edisi Timnas Indonesia untuk Reno 13 F 5G
- 5 Aplikasi Al Quran untuk Mengaji Selama Puasa Ramadhan 2025
- Akamai Rilis Laporan "Defender Guide 2025" untuk Mitigasi Ancaman Siber
- Layanan Indosat HiFi Dikeluhkan Gangguan, Ada yang Sampai 9 Hari
- Cara Melihat Password WiFi di Laptop Windows 11 dengan Mudah dan Praktis