Revisi UU ITE Disetujui, Ini Poin Perubahannya

- Revisi Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akhirnya selesai dibahas dan sudah disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Alhamdulillah, Chief. Barusan (RUU ITE) disetujui DPR & Pemerintah dalam rapat paripurna DPR,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara saat dihubungi KompasTekno, Kamis (27/10/2016).
Setelah disahkan oleh DPR, UU tersebut akan masuk ke tahap pemberkasan di DPR. Selanjutnya, Presiden menuangkannya dalam berita negara dan undang-undang yang telah mengalami perubahan itu pun langsung berlaku.
Menurut Rudiantara, perubahan UU ITE ini hanya dilakukan dalam beberapa hal minor saja. Tujuan utamanya adalah supaya bisa menyesuaikan dengan dinamika teknologi dan tidak ada pihak yang bisa memanfaatkan UU ITE untuk melakukan kriminalisasi pada pihak lain.
Seiring dengan pengesahan revisi tersebut, Rudiantara langsung berkicau di akun Twitter pribadinya dan menerangkan mengenai sejumlah poin yang berubah.
“Terdapat 7 muatan materi pokok RUU, Revisi UU ITE yang diharapkan mampu menjawab dinamika tersebut,” kicau Rudiantara.
Rincian 7 muatan materi tersebut adalah:
1. Menambahkan sejumlah penjelasan untuk menghindari multi tafsir terhadap ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat 3.
2. Menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik, dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun, dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.
Selain itu juga menurunkan ancama pidana kekerasan Pasal 29, sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas Pasal 31 ayat 4 yang amanatkan pengaturan cara intersepsi ke dalam UU, serta menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2 mengenai informasi elektronik sebagai alat bukti hukum.
4. Sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan dengan hukum acara dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak pidana TIK.
6. Menambahkan Right to be Forgotten, yaitu kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaannya dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
7. Memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet, dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40.
Kewenangan tersebut berupa kewajiban untuk mencegah penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan terlarang, dan kewenangan memutus akses atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk memutus akses terhadap informasi elektronik yang melanggar hukum.
Terkini Lainnya
- 5 Fungsi LAN dalam Jaringan Komputer Perlu Diketahui
- Nothing CMF Buds 2 Diam-diam Muncul di Situs Resmi, TWS Murah dengan ANC
- Daftar Operator Seluler yang Menyediakan eSIM di Indonesia
- Spesifikasi Laptop untuk Tes Rekrutmen Bersama BUMN 2025, Penting Diperhatikan
- OpenAI Siapkan Media Sosial Mirip X, Berbasis ChatGPT
- Sidang Antimonopoli Meta: Mark Zuckerberg Bisa Dipaksa Jual Instagram dan WhatsApp
- Telkomsel Rilis Paket Bundling iPhone 16, Rp 50.000 Kuota 58 GB
- Daftar HP yang Mendukung eSIM di Indonesia
- Membawa Inovasi AI Lebih Dekat ke Semua Orang
- Samsung Rilis Galaxy A06 5G Edisi Free Fire, Banyak Aksesori Bikin "Booyah"
- Apakah iPhone XR Masih Layak Beli di Tahun 2025? Begini Penjelasannya
- Apa Itu eSIM? Begini Perbedaannya dengan Kartu SIM Biasa
- Huawei Pastikan Ponsel Lipat Tiga Mate XT Ultimate Rilis di Indonesia
- Harga iPhone 11, 11 Pro, dan iPhone 11 Pro Max Bekas Terbaru, Mulai Rp 5 Jutaan
- AMD Umumkan CPU 2nm Pertama "Venice", Meluncur 2026