Indonesia Paling Rentan Ancaman Siber di Asia Tenggara
JAKARTA, - Penelitian terbaru dari perusahaan keamanan siber Trend Micro Incorporated mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan indeks risiko ancaman siber tertinggi di Asia Tenggara.
Laporan berjudul "Intercepting Impact: 2024 Trend Micro Cyber Risk Report" ini dirilis pada Kamis (24/10/2024) dan dibahas dalam gelaran BFSI Cybersecurity Summit 2024 di hotel The Westin Jakarta pada Rabu (30/10/2024).
Studi tersebut menunjukkan bahwa akun dan perangkat merupakan aset pengguna dengan risiko ancaman siber tertinggi, termasuk serangan program jahat seperti ransomware dan ancaman berbasis kecerdasan buatan (AI).
Dari 22,6 juta perangkat secara global yang diteliti, 877.316 di antaranya dikategorikan sebagai berisiko tinggi.
Baca juga: Serangan Ransomware Marak di Indonesia, Ini Saran Trend Micro
Sementara itu, dari 53,9 juta akun, sebanyak 12.346 juga terklasifikasi berisiko tinggi.
Dari 14,5 juta aset awan (cloud), 9.944 diklasifikasikan berisiko tinggi, dan dari 1,1 juta aset yang terhubung ke internet, 1.661 di antaranya berisiko tinggi.
Jumlah perangkat berisiko tinggi lebih besar dibandingkan akun, meskipun jumlah akun lebih banyak.
Hal ini disebabkan oleh luasnya permukaan serangan perangkat, yang berarti ancaman siber yang dihadapi perangkat lebih banyak.
Indeks risiko perusahaan di Indonesia rata-rata mencapai 44,0, yang juga masih berada pada level medium.
Untuk mendapat angka indeks tersebut, Trend Micro mengumpulkan data telemetri dari solusi Attack Surface Risk Management (ASRM) di platform keamanan siber perusahaan Trend Vision One.
Trend Vision One ini dikombinasikan dengan alat Extended Detection and Response (XDR). Data pun dikumpulkan dari berbagai wilayah termasuk Asia, Eropa, Amerika, Jepang, pada semester pertama 2024 (1 Januari hingga 30 Juni 2024).
Trend Vision One menggunakan risk event catalog (daftar risiko yang diidentifikasi untuk manajemen risiko), yang dibagi menjadi paparan (exposure), serangan (attack), dan konfigurasi keamanan (security configuration).
Ketiga risk event catalog ini kemudian dikalikan dengan dampaknya.
Aset dengan dampak bisnis yang rendah dan sedikit privilese memiliki permukaan serangan yang lebih kecil, sedangkan aset bernilai lebih tinggi dengan lebih banyak privilese mempunyai permukaan serangan yang lebih besar.
Hasil perhitungan tersebut menjadi skor risiko alias metrik indeks risiko (risk index metrics), yang dibagi menjadi level risiko rendah/Low (skor 0-30), risiko menengah/Medium (skor 31-69), dan risiko tinggi/High (skor 70-100).
Terkini Lainnya
- Peluncuran Android 16 Bakal Lebih Cepat dari Biasanya
- Berapa Batas Waktu Main HP sebelum Tidur yang Baik? Begini Penjelasannya
- Apa Itu Doxxing? Begini Cara Kerja dan Bahayanya dalam Cyberbullying
- ZTE Gandeng Tel-U dan ITS Buka Program Beasiswa untuk Kembangkan Talenta Digital
- Apakah Aman Menggunakan HP saat Hamil? Begini Penjelasannya
- Berapa Kapasitas Baterai HP biar Tidak Sering Mengecas
- Windows 10 Pensiun Tahun Depan, tapi Masih Paling Banyak Dipakai
- Cara Bikin Daftar Chat di WhatsApp dengan Kategori Sesuai Keinginan, Mudah
- Pengguna Threads Melonjak, tapi Belum Jadi Andalan Pendapatan
- iPhone 16 Diblokir, CEO Apple Kini Tak Sebut Indonesia Lagi
- Apa Itu "Cyberbullying" di Media Sosial dan Macam-macamnya
- Keuntungan Apple Turun, Bukan gara-gara iPhone 16 Tidak Laku
- Muncul Tab Baru Tanda “+” di WhatsApp, Fitur Apa Itu?
- Sony Diskon Harga PS5 Slim Digital Edition di Indonesia, Hanya sampai 14 November
- Apple Minta Audiensi dengan Menperin, Bahas Larangan iPhone 16 di Indonesia
- Zotac Klarifikasi Video GPU yang Viral Bukan GeForce RTX 5000 Series
- Arloji Pintar Redmi Watch 5 Lite dan Watch 5 Active Rilis di Indonesia, Ini Harganya
- Gelang Pintar Xiaomi Smart Band 9 Pro Resmi, Kini Punya GPS untuk Lari
- Viral Video GPU Nvidia GeForce RTX 5000 Diproduksi di Pabrik di Indonesia, Benarkah?
- Xiaomi Umumkan Antarmuka HyperOS 2, Ini Fitur Barunya