Kuasai AI Sekarang atau Tertinggal
”AI will not replace humans, but humans with AI will.” AI tidak akan menggantikan manusia, tapi manusia dengan kemampuan AI akan menggantikan manusia lainnya.
DALAM rangka meningkatkan daya saing Indonesia, Presiden Jokowi menyatakan Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital pada 2035.
Sejalan dengan presiden, Menteri BUMN juga menargetkan BUMN bisa mentransformasi kapabilitas talenta yang sudah dimiliki dengan mengembangkan 20 persen talenta digital dari seluruh pegawai BUMN untuk mempercepat transformasi digital di BUMN.
Memang saat ini Indonesia belum memiliki kapabilitas digital yang mencukupi untuk dapat bersaing di dunia Global, khususnya terkait kecerdasan artifisial, Artificial Intelligence (AI).
Padahal, secara proyeksi data, penerapan AI sangat menguntungkan bagi dunia dan negara.
Berdasarkan laporan McKinsey dan Noodle AI, penerapan AI bisa meningkatkan ekonomi global sampai 13 triliun dollar AS ke pada 2030. Sementara itu, Gen AI dapat memberikan kontribusi sebesar 4,4 triliun dollar AS per tahun.
Sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbanyak dan memiliki prospek yang sangat baik masa depan, saat ini Indonesia baru berada di peringkat ke-50 dari 64 negara di peringkat Global AI Index, terpaut jauh dari tetangga, Singapura, yang berada pada peringkat 3.
Global AI Index merupakan metode pengukuran yang dikembangkan oleh Stanford University, yang dihitung berdasarkan 5 faktor, yaitu Kemajuan Penelitian, Kemajuan Komersialisasi AI, Kemajuan Pendidikan AI, Kemajuan Regulasi AI, dan Kemajuan Kesadaran AI.
Selain itu, dalam Digital Competitiveness Ranking (DCR), Indonesia telah berkembang lumayan cepat, meningkat dari peringkat 62 pada 2018 menjadi peringkat 51 tahun 2022.
Peringkat ini mempertimbangkan tiga pilar, yaitu pengetahuan, teknologi, dan kesiapan masa depan.
Beberapa negara seperti Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia menggunakan DCR sebagai target nasional.
Ada banyak tantangan yang harus diberi solusi untuk meningkatkan ekonomi digital, terutama AI, salah duanya adalah regulasi dan kapabilitas talenta.
Indonesia harus segera menyesuaikan regulasinya. Intervensi regulasi Pemerintah Indonesia saat ini sangat minim, hal ini juga bisa menjadi permasalahan utama tidak pesatnya perkembangan digital.
Contoh regulasi yang belum diintervensi pemerintah adalah seperti regulasi regulasi data center zones, kurikulum edukasi digital, manufacturing tech transfer, cybersecurity, Digital ID, technology regulatory sandbox, dan banyak lainnya.
Selain untuk menstimulasi perkembangan, regulasi ini juga sangat diperlukan agar perkembangan digitalisasi berada di jalur dan tujuan yang tepat.
Terkini Lainnya
- Daftar Lengkap HP Samsung yang Dapat Update Software 2025
- Apa Itu Prompt AI? Ini Dia Penjelasan dan Contoh Penggunaannya
- Mau Beli HP Konser, Tonton Dulu Hasil Fancam Smartphone Ini
- Bagaimana Cara Membuat Audio di WhatsApp?
- Fungsi Cache di HP yang Perlu Diketahui, Jangan Asal Dihapus
- Cache di HP Bukan File Sampah, Ini Fungsi Pentingnya
- 5 Faktor Pengguna Tidak Bisa Lihat Profil Kontak WA Orang Lain
- 2 Cara agar Notifikasi WhatsApp Muncul di Atas Layar dengan Mudah dan Praktis
- Produk "Dummy" Nintendo Switch 2 Muncul di CES 2025, Layar Lebih Lega
- Daftar Emoji Favorit Gen Z yang Bikin Chat Lebih Ekspresif
- Instagram Akan Hapus Bubble Highlights Instagram Story?
- Bos OpenAI: ChatGPT Berbayar Malah Bikin Rugi Perusahaan
- Siap-siap, Instagram, Facebook, dkk Makin Banjir Konten Politik
- YouTube Shorts Durasi 3 Menit Sudah Bisa di Indonesia
- Cara Factory Reset iPhone dengan Mudah dan Cepat
- Asus Vivobook 14 Resmi di Indonesia, Laptop Rp 7 Jutaan untuk Mahasiswa
- Galaxy AI di Samsung S24 Dipastikan Dukung Bahasa Indonesia
- Pengguna X Twitter di Android Kini Bisa Telepon dan Video Call
- Perbandingan Spesifikasi Samsung Galaxy S24 Ultra dan Galaxy S23 Ultra
- Alasan Samsung S24 dan S24 Plus Pakai Chip Exynos 2400, Bukan Snapdragon 8 Gen 3