Starlink, Ancaman Nyata GEO dan Operator Seluler

BEROPERASINYA Starlink milik Elon Mask dikhawatirkan banyak operator seluler akan memorak-porandakan bisnis mereka yang sudah eksis sejak dekade 80-an abad lalu.
Teknologi canggih “BTS Langit” itu membuat kemapanan operator seluler terusik.
Sebagian mereka meminta pemerintah turun tangan, membuat barikade perlindungan agar tercipta bisnis yang berimbang, the same playing field dengan Starlink.
Sejak lebih 40 tahun lalu, operator seluler membangun BTS (base transceiver station) untuk menjangkau sebanyak mungkin pelanggan dengan biaya besar, terutama kelak saat 5G diadopsi.
Namun satelit mampu menjangkau pelanggannya di mana pun, di kota atau di tengah lautan, di tengah kerimbunan hutan belantara walau tarifnya pasti tidak akan “semurah” tarif seluler.
Pelanggan ponsel hanya bermodal ponsel dan dengan Rp 20.000 sebulan bisa berhalo-ria dengan relasinya di belahan dunia mana pun, sepanjang ada jaringan seluler.
Tampaknya tidak hanya operator yang akan terusik, layanan satelit Satria1 milik Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) Kementerian Kominfo, bisa bernasib sama.
Satria1 berkapasitas 150 Gigabit per detik (Gbps), semula akan dibagikan ke 150.000 titik di kawasan 3T (terdepan, terluar, tertinggal), namun itu hanya akan meratakan masing-masing 1Mbps di tiap titik.
Akhirnya diputuskan pembagian kapasitas hanya untuk 50.000 titik, diharapkan masing-masing akan mendapat 4 Mbps.
Namun jasa Satria1 ataupun Starlink, tidak serta merta bisa dimanfaatkan masyarakat pengguna begitu kedua satelit itu beroperasi.
Harus ada perangkat-perangkat teknologi di bumi yang akan menyambungkan sinyal-sinyal satelit ke ponsel atau komputer pelanggan, antara lain modem satelit.
Karenanya biaya akses Starlink, misalnya, atau Iridium, GlobalStar, OneWeb, Odyssey, berpuluh kali lipat lebih mahal dibanding biaya seluler.
Ini membuat penerima UMR, bahkan karyawan dan pengusaha kelas menengah pun akan berhitung ulang kalau harus membayar biaya layanan BTS Langit ala Starlink yang Rp 2 juta – Rp 3 juta sebulan.
Ribuan satelit Starlink sebagai BTS di langit terbang mengitar di ketinggian antara 500 km hingga 2.000 di atas permukaan bumi.
Mereka disebut sebagai satelit LEO (low earth orbit), satelit yang mengorbit bumi di ketinggian rendah.
Terkini Lainnya
- Fitur Baru WA di Indonesia, Bisa Bikin Paket Stiker Sendiri
- Daftar Kode Negara iPhone dan Cara Mengeceknya
- 35 Daftar HP Mendukung E-SIM Tri dan Cara Belinya
- Kenapa Tidak Bisa Menerima Kode OTP SMS? Begini Penyebabnya
- Apa Itu Italian Brainrot atau Meme Anomali yang Lagi Viral di TikTok?
- 4 Tips Dapat Penghasilan Tambahan lewat Instagram
- Samsung Galaxy M56 Bawa Desain Kamera Baru, Bodi Tipis, dan Android 6 Generasi
- Moto Book 60 Resmi, Laptop Pertama Buatan Motorola
- Hands-on Samsung Galaxy A26 5G, HP Rp 3 Jutaan dengan Desain Elegan
- Huawei Luncurkan Ascend 920, Chip AI "Pelawan" Aturan Amerika
- Bill Gates Pamer Kode Pertama Microsoft, Ada 150 Halaman
- Apple Siapkan iPhone Lipat Pertama, Harganya Rp 39 Juta?
- Nvidia Rilis Zorah, Demo Game "GeForce RTX 50" yang Terlalu Nyata
- Celah Keamanan Internet yang Eksis 23 Tahun Akhirnya Ditutup
- 21 Robot Manusia Ikut Half Marathon, Finish dalam 2 Jam 40 Menit
- Elon Musk Diam-diam Punya Anak Ketiga, Namanya Techno Mechanicus
- Roblox Hadir di Konsol PS4 dan PS5 Bulan Depan
- Jadwal MPL S12 Hari Ini, Minggu 10 September 2023, Bigetron Alpha Vs RRQ Jadi Pembuka
- Hasil MPL S12 Regular Season Leg 2, Onic Esports Kalahkan RRQ 2-0
- Fitur-fitur Baru MyTEAM di Game "NBA 2K24"