cpu-data.info

Twitter Dibanjiri Ujaran Kebencian Sejak Ada Elon Musk

Ilustrasi Twitter.
Lihat Foto

- Pada akhir November lalu, pemilik sekaligus CEO Twitter, Elon Musk, mengeklaim bahwa twit yang berisi ujaran kebencian di Twitter yang mengalami penurunan.

“Kicauan ujaran kebencian (telah) turun 1/3 dari sebelum lonjakan. Selamat kepada tim Twitter,” tulis Musk di akun pribadinya dengan handle @elonmusk, Kamis (24/11/2022).

Cuitan tersebut juga menyertakan grafik sebagai pendukung visual. Gambar grafik itu menunjukkan bahwa ujaran kebencian di Twitter dari periode Oktober-November 2022 mengalami penurunan yang cukup drastis.

Namun, klaim tersebut berbanding terbalik hasil riset dari Center for Countering Digital Hate (CCDH). Dalam laporannya, peneliti menemukan bahwa jumlah ujaran kebencian di platform tersebut justru mengalami peningkatan sejak kedatangan Elon Musk.

Data tersebut dikumpulkan CCDH menggunakan Brandwatch, tools analitik media sosial dengan mengumpulkan semua kicauan pengguna di dunia dalam Bahasa Inggris.

Baca juga: Ancaman Blokir Mengintai Twitter

Riset menunjukkan ujaran kebencian di Twitter terhadap orang kulit hitam melonjak dari 1.282 twit per hari menjadi 3.876 twit dalam sehari, setelah Elon Musk membeli Twitter.

Lalu, ujaran kebencian terhadap transgender meningkat 62 persen menjadi 5.117 twit sehari. 

Elon Musk sendiri beberapa kali mengatakan bahwa ia menjunjung tinggi kebebasan berpendapat di Twitter.

Bahkan, ia memulihkan akun-akun yang sebelumnya diblokir karena melanggar kebijakan konten Twitter sebelum Elon Musk bergabung.

Elon Musk mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai free speech absolutist atau pemegang teguh prinsip kebebasan berbicara. Makanya, Musk ingin membeli Twitter guna mengatur moderasi konten dan memprioritaskan kebebasan berbicara.

Meski terkesan "bebas" Musk tetap akan menyusun kebijakan baru untuk mengatur konten di Twitter.

Sebab, tak bisa dipungkiri, Twitter juga terikat dengan peraturan internasional seputar ujaran kebencian dan privasi data. Misalnya seperti Peraturan Perlindungan Data Umum (General Data Protection Regulation/GDPR), Uni Eropa.

“Elon Musk telah mengirimkan “peringatan” kepada setiap jenis rasisme, misoginis, dan homofobia bahwa Twitter (telah) terbuka untuk (melakukan) bisnis. Mereka telah bereaksi sesuai (dengan prediksi),” ujar CEO CCDH, Imran Ahmed, sebagaimana dikutip KompasTekno dari The Verge, Selasa (6/12/2022).

Baca juga: Twitter 2.0 Versi Elon Musk Diumumkan, Janjikan 5 Hal Ini

Laporan serupa dari Anti-Deflamation League (ADL) juga memperlihatkan adanya peningkatan pada konten ujaran kebencian.

ADL menambahkan juga bahwa keadaan Twitter saat ini cukup meresahkan dan kemungkinan bisa menjadi lebih buruk dari sebelumnya, mengingat PHK massal yang dilakukan baru-baru ini juga memangkas divisi moderasi konten Twitter.

Respons Elon Musk

Menanggapi riset tersebut, Elon Musk mengatakan bahwa hasil penelitian tersebut "benar-benar salah". Respons ini ia ungkap dalam sebuah twit balasan kepada outlet media The New York Times.

Setelah mengambil alih Twitter, Elon Musk sendiri memang mulai gerak cepat merombak. Salah satu yang menjadi fokus adalah soal moderasi konten.

Elon Musk disebut sudah membentuk dewan moderasi konten. Dewan ini kabarnya akan memegang peranan utama dari keputusan terkait kebijakan sensor dan pemulihan akun, dilansir KompasTekno dari PCMag.

Menurut informasi sumber terdekat di Twitter, Elon Musk juga telah mendesak puluhan orang tersebut untuk mempelajari semua yang mereka bisa tentang Twitter secepat mungkin, mulai dari kode sumber hingga moderasi konten dan persyaratan privasi data. Hal itu dilakukan agar Musk dapat mendesain ulang Twitter sesegera mungkin.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat