Membidik Pasar Layanan Keuangan Digital
INDUSTRI perbankan Indonesia sejatinya telah berusia nyaris tiga abad, mulai tahun 1746 ketika De Bank van Leening didirikan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
Sepanjang usia perbankan hingga 2021, jumlah pemilik rekening nasabah bank di Indonesia baru mencapai 80,27 juta orang atau sekitar 30 persen dari populasi.
Sementara industri telekomunikasi yang dimulai abad 19 dengan teknologi kabel, meledak dalam jumlah pengguna ketika teknologi nirkabel muncul.
Sekitar tahun 1985 mulai dioperasikan jaringan nirkabel NMT (Nordic Mobile Telephone) sebagai generasi pertama (1G).
Teknologinya berkembang pesat sampai 5G – atau setidaknya 4G LTE – yang di Indonesia pelanggannya lebih dari 320 juta, melampaui jumlah 276 juta penduduknya.
Sekadar membandingkan, perbankan baru meraih kira-kira 25 persen pelanggan seluler. Dan bisa dipastikan, pemilik rekening di bank juga pelanggan seluler dari beberapa operator seluler di Indonesia.
Begitu timpang, seakan masyarakat lebih menikmati layanan telekomunikasi ketimbang menyimpan uangnya di bank. Atau paling tidak menggunakan jasa layanan keuangan lain dari berbagai lembaga keuangan.
Dalam 10 tahun belakangan terasa ada peningkatan penggunaan layanan keuangan, terutama digital (financial technology – fintech).
Namun “wajah” konsumen atau pengguna layanan keuangan di Asia Tengara, Indonesia masih dikalahkan Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Menurut Alfian Manullang, VP Data Solutions Telkomsel yang menyitir data World Bank 2021 tentang “G20 Financial Inclusive Indicator”, masih ada 52 persen penduduk Indonesia yang belum punya akun finansial.
Masih lebih baik, karena ada tambahan pengguna layanan keuangan, tetapi tidak memiliki rekening bank. Ini yang muncul dari generasi milenial dan generasi Z.
Semakin beragamnya pilihan pembayaran via digital yang digelar lembaga perbankan atau nonperbankan, tumbuh kelompok pengguna yang memakai pembayaran digital.
Pelaku berbagai transaksi pembayaran itu menggunakan gadget, tetapi persentasenya yang baru 23 persen, masih terbilang kecil.
Layanan keuangan lain, kredit, juga baru meraup 18 persen dari total populasi. Padahal sudah bermekaran startup P2P Lending alias layanan pinjam-meminjam keuangan.
Di sektor bisnis, penggerak ekonomi yang lebih dari 90 persen diawaki UMKM, belum juga sepenuhnya melek finansial.
Terkini Lainnya
- Pemerintah AS Desak Google Jual Browser Chrome
- Apakah Aman Main HP Sambil BAB di Toilet? Begini Penjelasannya
- Cara Pakai Rumus CEILING dan FLOOR di Microsoft Excel
- Cisco Umumkan Perangkat WiFi 7 Access Point Pertama, Kecepatan Tembus 24 Gbps
- Penyebab Nomor Telepon Tidak Bisa Dicek di GetContact
- Ini Sebab Bali Jadi Tempat Peluncuran Global Oppo Find X8
- Telkomsel Dukung Industri Game Nasional lewat Keikutsertaan di MPL ID S14
- Cara Membuat YouTube Music "2024 Recap" yang Mirip Spotify Wrapped
- Oppo Rilis Antarmuka ColorOS 15 Global, Sudah Bisa "Circle-to-Search"
- Tablet Oppo Pad 3 Pro Meluncur Global dari Bali, Dilengkapi AI
- Samsung Galaxy Z Flip 7 FE Meluncur Tahun Depan?
- 3 Cara Blokir Telepon Spam di iPhone dengan Mudah dan Praktis
- Algoritma Instagram Kini Bisa Direset, Rekomendasi Konten Bisa Kembali ke Awal
- YouTube Gaming Recap 2024 Dirilis, Kilas Balik Tontonan Game Sepanjang Tahun
- Oppo Find X8 Resmi di Indonesia, HP Pertama dengan Dimensity 9400
- Cara Pakai Rumus CEILING dan FLOOR di Microsoft Excel
- Intip Proses Produksi Oppo A77s di Pabrik Baru Oppo, Hadirkan Kualitas Tinggi Berstandar Dunia
- Tundra Esports Juara Dota 2 The International 2022, Bawa Hadiah Rp 132 Miliar
- Segini Uang Pesangon CEO Twitter Parag Agrawal Setelah Dipecat Elon Musk
- 2 Fitur Baru WhatsApp yang Ditunggu-tunggu Akhirnya Datang Juga
- Google Tandai Tragedi Halloween Itaewon sebagai Kejadian Darurat