Startup Indonesia Disebut Cepat Mati Karena Minim Arahan

- Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah perusahaan rintisan alias startup terbanyak di dunia. Bahkan menurut data dari Startup Ranking, startup Indonesia menduduki peringkat keempat terbesar di dunia dalam hal ini
Meski jumlah startup yang lahir terbilang besar, tak sedikit yang usianya hanya seumur jagung. Hanya lahir, kemudian mati dalam waktu yang singkat.
Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Ignatius Untung mengomentari fenomena ini. Menurut dia, Indonesia memang memiliki banyak ide untuk membuat startup namun tidak cermat dalam mengeksekusinya.
Ignatius mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak startup Indonesia berguguran. Salah satunya adalah minimnya mendapat kesempatan arahan alias mentoring dari orang yang lebih berpengalaman dalam bidang terkait.
Baca juga: Jack Ma AKan Didik Talenta Startup Indonesia di Kampus Alibaba
"Banyak pelaku startup adalah orang-orang yang tidak punya pengalaman kerja. Artinya belum tahu bagaimana menjalankan bisnis. Akhirnya gagal di tengah jalan," ungkap Ignatius dalam acara perkenalan program IdEA Works di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Kamis (8/11/2018).
Ia melanjutkan, selain minim kesempatan mentoring, faktor kedua yang menyebabkan startup cepat mati adalah kualitas dari founder atau pendiri startup tersebut.
Founder harus dapat menentukan ke mana arah bisnis akan berjalan, dari sinilah startup akan bisa hidup dan bertahan.
"Mentoring itu sebenarnya bisa gagal bisa juga tidak. Contohnya pendiri Tokopedia, meski dia tidak punya pengalaman kerja yang 'wah', bisnisnya bisa sebesar ini," lanjutnya.
Baca juga: Menkominfo Jagokan Startup Fintech Sebagai Unicorn Berikutnya
Selain itu, Ignatius juga melihat bahwa kondisi startup di Indonesia lebih terfokus pada angka berapa startup yang dilahirkan, bukan berapa jumlah startup yang dapat bertahan.
Ini juga didorong oleh faktor euforia, di mana banyak orang ikut membuat startup tapi tak memahami rantai bisnis yang membuat startup bisa bertahan.
"Startup banyak yang berumur pendek saya akui itu betul. Ini karena euforia. Banyak juga investor yang euforia. Salah satunya karena mereka melihat bonus demografi dan memandang semua startup bagus, padahal belum tentu," pungkasnya.
Terkini Lainnya
- Kulkas Pintar Samsung Bespoke AI Seri RS70 Resmi, Punya Fitur Penghemat Listrik
- Video: Fitur Samsung S25 Ultra Bikin Rekam Konser Seventeen Bangkok Jadi Anti-mainstream
- Hati-hati, Setting Bawaan di iPhone Bisa Jadi "Pintu" Hacker Menyusup
- Smartwatch OnePlus Watch 3 Resmi Meluncur, Layar Lebih Besar dan Terang
- YouTube Bikin Langganan "Premium Lite", Ini Bedanya dengan Premium Biasa
- Menkomdigi Minta Platform Digital Perketat Perlindungan Anak dari Konten Berbahaya
- 8 Ciri-ciri Chat Penipuan WhatsApp, Jangan Terkecoh
- Harga Laptop Akan Naik, Bos Acer Ungkap Alasannya
- 25 Tablet dan HP Xiaomi yang Kebagian HyperOS dengan AI DeepSeek
- Mencoba MSI Claw 8 AI Plus, Konsol Gaming Windows 11 dengan Joystick RGB
- Cara Pakai WhatsApp Bisnis buat Promosi UMKM
- Cara Buat Kartu Ucapan Ramadan 2025 untuk Hampers lewat Canva
- Databricks Ekspansi ke Indonesia: Buka Potensi AI dan Pengelolaan Data
- GPU Nvidia RTX 5070 Ti Mulai Dijual di Indonesia, Ini Harganya
- Oppo Rilis Case dan Wallet Edisi Timnas Indonesia untuk Reno 13 F 5G