cpu-data.info

Ketika Akun Twitter Pentagon Minta Presiden Trump Lengser

Kantor Kementerian Pertahanan AS yang lebih dikenal dengan nama Pentagon.
Lihat Foto

- Departemen Pertahanan Amerika Serikat alias Pentagon telah menghapus sebuah kicauan di Twitter setelah akun tersebut me-retweet permintaan agar Presiden Donald Trump lengser atau mengundurkan diri.

Akun Twitter resmi Pentagon (@DeptofDefense) secara tak sengaja mencuitkan ulang (retweet) sebuah unggahan yang menuntut Presiden AS, Donald Trump untuk lengser pada Kamis (16/11/2017) lalu.

Dikutip KompasTekno dari BBC Indonesia, Senin (20/11/2017), cuitan asli dibuat oleh akun @ProudResister, milik seorang aktivis anti-Trump. Ia juga meminta dua politisi AS lain untuk mundur, menyusul tuduhan atas skandal pelecehan seksual.

"Berhenti menjadikan isu kekerasan seksual sebagai isu partisan. Ini adalah kejahatan, begitu pula kemunafikan Anda."

Akun utama Pentagon mencuitkan ulang pesan tersebut ke 5,2 juta pengikutnya sebelum cepat-cepat menghapusnya. Namun blunder memalukan itu tetap disadari. Sebuah screen shot dari retweet Pentagon itu kemudian disebarkan, dan warganet pun langsung membalas.


"Uh seseorang tampaknya melakukan kesalahan," menurut seorang pengguna.

Pengguna lain menulis, "Tampaknya mantan karyawan Twitter itu sekarang mendapat pekerjaan baru di Pentagon," merujuk ke blunder media sosial awal bulan ini, ketika seorang karyawan Twitter menghapus akun Presiden Trump di hari terakhirnya bekerja.

Baca: Akun Twitter Donald Trump Hilang 11 Menit

Saat itu, Trump tidak memperpanjang pembahasan soal akunnya yang sempat hilang selama 11 menit, namun insiden itu kemudian memunculkan pertanyaan tentang keamanan akun Presiden Trump.

Juru bicara Pentagon, Dana White mencuitkan penjelasan tentang bagaimana retweet itu bisa tersebar.

"seorang operator yang bertanggungjawab mengelola akun Twitter @DeptofDefense salah ketika me-retweet konten yang pesannya tidak sejalan dengan Departemen Pertahanan. Operator tersebut menyadari kekeliruan ini dan langsung menghapusnya," demikian penjelasan Pentagon.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat