cpu-data.info

Di Masa Depan, Tidak Ada Pekerjaan?

kolase dari beberapa foto Public Domain di Pixabay
Lihat Foto

- Bayangan ini lekat di kepala: seorang pemuda, lelah berjalan di ibukota, peluh campur debu di dahinya dengan jaket lusuh di pundaknya. Wajahnya adalah penggambaran sempurna dari kata-kata: setengah putus asa.

Bayangan "mengerikan" akan sebuah kekalahan pamungkas, dari perjuangan bertahun-tahun menghadapi guru-guru yang tak mau mengerti, teman-teman yang sibuk dengan diri sendiri dan beberapa hubungan percintaan yang kandas. Perjuangan yang kita kenal dengan nama: sekolah.

Bayangan seram itu ditampilkan dengan jujur dalam lagu Sarjana Muda, salah satu karya legendaris Iwan Fals. Bayangan bahwa perjuangan bertahun-tahun di bangku sekolahan kemudian tak membuahkan hasil yang diharapkan. Tiada lowongan, untuk kerja yang didambakan.

Ibu dan Ayah melakukan segala cara untuk anak-anak mereka, mengorbankan banyak hal untuk mengirim anak-anak ke sekolah-sekolah. Kalau bisa, ke sekolah yang terbaik. Kalau tidak? Ya, yang terbaik di antara yang bisa diraih.

Maka bayangan itu menjadi mimpi buruk. Mimpi buruk yang kadang masih menghantui entah berapa ratus ribu angkatan pencari kerja setiap tahunnya.

Mereka yang beruntung mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, yang kurang beruntung setidaknya tetap mendapatkan pekerjaan, yang belum mungkin akan berusaha lagi.

Gambaran proses pencarian kerja yang sulit itu masih terasa sejak "Sarjana Muda" muncul di awal 1980-an sampai saat ini, 30-an tahun kemudian.

Bukan kebetulan kalau Sarjana Muda menjadi judul album Iwan saat itu. Album yang sama yang memuat lagu-lagu "abadi" seperti Oemar Bakri, Hatta, 22 Januari dan Yang Terlupakan (atau populer dengan julukan Denting Piano).

Kerja Masa Depan

Lawan Iwan dalam lagu Sarjana Muda dulu adalah lawan yang masih dihadapi Indonesia saat ini: ketimpangan dan ketidakadilan.

Entah Iwan bisa menebak atau tidak, di masa depan bisa jadi muncul lawan baru yang bakal merebut pekerjaan dari para "sarjana muda". Lawan baru itu adalah robot, komputer dan kecerdasan buatan.

Film yang belum lama ini tayang di bioskop-bioskop Tanah Air, Avengers: Age of Ultron, menampilkan apa yang terjadi jika kecerdasan buatan yang dirancang untuk melindungi manusia justru hendak memusnahkan manusia.

Hollywood pun seperti punya obsesi tersendiri atas tema itu, mulai dari seri Terminator atau film legendaris Stanley Kubrick bertajuk 2001: A Space Odyssey.

Martin Ford, dalam buku Rise of The Robots, berargumen bahwa meningkatnya teknologi robotik dan kecerdasan buatan bisa menghapus berbagai pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia.

Benih-benih ini sebenarnya sudah bisa diamati di negara-negara maju. Di Amerika Serikat, misalnya, bidang pertanian pernah mencapai 80 persen dari pekerjaan yang ada di tahun 1800-an. Kini, tak sampai 2 persen, karena sudah tergantikan oleh mesin.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat