Kedaulatan Digital, "Sovereign AI", dan Yurisdiksi Negara (Bagian I)
SAAT transformasi digital tak lagi bisa dibendung, maka fenomena kedaulatan digital, "sovereign AI", yurusdiksi, dan kedaulatan negara, menjadi isu global yang tak henti dibahas secara serius oleh berbagai negara.
World Economic Forum (WEForum) merilis laporan berjudul “Sovereign AI: What it is, and 6 strategic pillars for achieving it” (25/4/2024), yang menjelaskan bahwa "sovereign AI" adalah tren yang berkembang saat ini.
Menurut laporan Forum Global yang amat berpengaruh itu, saat ini negara-negara bersiap menghadapi disrupsi, dengan membangun algoritma dan industri AI mereka sendiri.
Negara-negara berlomba mengejar kepentingannya, dengan berinvestasi dalam kekuatan dan keahlian AI dalam negeri masing-masing.
Laporan yang ditulis Muath Alduhishy ini merupakan bagian dari sesi khusus terkait kolaborasi global, pertumbuhan dan energi untuk pembangunan. Laporan ini penting dan relevan bagi kita, di saat peran AI semakin penting untuk masa depan dunia dan Indonesia.
Saya melihat bahwa konteks "sovereign AI" ini tidak harus identik dengan isolasi digital. Prinsip ini lebih merupakan dorongan strategis dalam menghadapi perkembangan AI.
Hal ini dapat dilakukan dalam kerangka kerja sama bilateral dan global, termasuk mengundang investasi di bidang AI .
"Sovereign AI"
Rilis yang dimuat World Economic Forum menyatakan, "sovereign AI" pada dasarnya bertujuan memperkuat kemampuan suatu negara. Khususnya dalam melindungi dan memajukan kepentingannya melalui penggunaan AI secara strategis.
AI dan keamanan siber juga menjadi prioritas utama, baik global maupun domestik.
Paradigma "sovereign AI" bertujuan mengurangi ketergantungan pada teknologi AI asing. Langkahnya adalah dengan mengembangkan kemampuan AI dalam negeri, dan memastikan akses terhadap data, teknologi, keahlian, dan infrastruktur penting secara nasional.
Lalu bagaimana keterkaitan "sovereign AI" dengan yurisdiksi dan kedaulatan negara?
Hal ini tentu menjadi signifikan. Membangun "sovereign AI" identik dengan melindungi negara dari potensi gangguan rantai pasokan, keamanan dan pertahanan negara, dalam konteks yurisdiksi dan kedaulatan nasional.
Hal penting adalah laporan WEForum juga mengintroduksi peta jalan strategis untuk mengembangkan "sovereign AI" berbasis multi-fase, terkoordinasi, dan berkelanjutan.
Terdapat enam pilar untuk mencapai kedaulatan AI yang dapat dirangkum berikut ini.
Pertama, pentingnya infrastruktur digital. Tulang punggung "sovereign AI" terletak pada infrastruktur digital yang kuat.
Terkini Lainnya
- iPhone 16 Pro "Sultan" Dijual Rp 163 Juta, Apa Istimewanya?
- Apple Fanboy Ternyata Nggak Buru-buru Ganti iPhone Baru
- 3 Cara Mencegah Panggilan Tidak Dikenal di HP dengan Mudah dan Praktis
- Cara Login WhatsApp Web dengan Nomor HP, Mudah dan Praktis
- 1 Juta Android TV Box Terinfeksi Malware "Vo1d", Indonesia Terdampak
- AWS Cloud Percepat Inovasi Perbankan Digital di Indonesia
- 2 Cara Ganti Password Gmail dengan Nomor HP yang Tidak Aktif, Mudah dan Praktis
- Cara Bikin Absen lewat Google Form dengan Mudah dan Praktis
- Game Legendaris Flappy Bird Akan Kembali Setelah 10 Tahun Menghilang
- Jenis-jenis Aplikasi yang Harus Dihapus di HP Android biar Memori Tidak Cepat Penuh
- Xiaomi Redmi 14R Meluncur dengan Snapdragon 4 Gen 2, mulai Rp 2 Jutaan
- ZTE Nubia V60 Design Resmi di Indonesia, HP "Boba" Harga Rp 1 Jutaan
- Tablet Infinix Xpad Versi 4G Resmi di Indonesia, Ini Harganya
- Terungkap, Hacker Pembobol Indodax dari Korea Utara
- Realme P2 Pro Meluncur, Spesifikasi Serba "Naik Kelas"
- Tablet HMD T21 Dirilis, Spesifikasi Mirip Nokia T21
- HP Sony Xperia 1 VI Meluncur, Bawa Chipset Snapdragon 8 Gen 3 dan Kamera 48 MP
- Axiata-Sinar Mas Sepakati Merger XL dan Smartfren, Lahir Entitas Baru MergeCo
- Starlink Ideal untuk Daerah Terpencil, Bagaimana di Perkotaan?
- Google "All-in AI", 10 Produk Baru dan Disebut 121 Kali pada I/O 2024