Pekerja IT Khawatir dengan Tren AI, Cari Kerja Jadi Lebih Sulit

- Ribuan pekerja IT yang berprofesi sebagai sofware engineer mengaku khawatir dengan kemunculan tren AI (Artificial Intelligence/kecerdasan buatan).
Kekhawatiran mereka tertuang dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Motherboard dan Blind, aplikasi komunitas workplace. Survei melibatkan sekitar 9.388 software engineer yang berbasis di Amerika Serikat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan di bidang software engineer kini dinilai kurang bisa memberi kepastian/jaminan di masa mendatang. Tren AI yang begitu masif juga memicu pesaingan yang tinggi di kalangan teknisi perangkat lunak.
Sembilan dari 10 responden mengaku hari-hari ini lebih sulit mencari pekerjaan ketimbang sebelum pandemi Covid-19.
Baca juga: Ancaman Terminator di Balik Pemecatan CEO OpenAI Sam Altman
Sebanyak 66 persen mengaku proses melamar kerja menjadi lebih sulit. Sementara itu, 80 persen responden menjawab selama setahun terakhir pasar kerja menjadi lebih kompetif.
Hanya segelintir responden (6 persen) mengaku “sangat percaya diri” dan mampu mencari pekerjaan baru dengan total kompensasi yang sama, jika kehilangan pekerjaan hari ini. Adapun 32 persen responden lain tidak percaya diri bisa segera mencari pekerjaan baru.
Persaingan ketat
Mulanya, pekerjaan di bidang teknologi punya jenjang karier yang menjanjikan di masa depan. Namun, kepastian tersebut lambat laun menurun.
Merujuk pada data layoffs.fyi, terdapat 165.000 pekerja di industri teknologi terdampak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada 2022.
Adapun pada 2023, jumlahnya naik menjadi 262.000 pekerja. Sementara itu, memasuki minggu kedua bulan Januari 2024, sudah ada 3.000 pekerja industri teknologi yang terkena imbas PHK.
Data yang dipaparkan di atas juga menjadi salah satu faktor yang menambah kekhawatir para pekerja di industri teknologi. Joe Forzano, seorang engineer yng kehilangan pekerjaannya di Maret tahun lalu, juga memaparkan cerita serupa.
Baca juga: Tiga Bias Berbahaya AI dan Solusinya
Usai kehilangan pekerjaannya, upaya demi upaya ia coba lakukan. Forzano mengaku sudah melamar di lebih dari 250 lowongan. Dari lamaran yang diberikan, beberapa ada yang memberi balasan dan berlanjut ke tahap wawancana.
Namun, proses perekrutan yang harus dilalui begitu panjang. Ditambah, setiap menghadiri wawancara, Forzano harus memberikan performa yang terbaik agar dapat bisa bersaling dengan calon pekerja lain.
“Jumlah pesaingnya sangat banyak,” ujar Forzano kepada Vice, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Senin (15/1/2024).
Pekerjaan IT tak lagi aman
Software engineering sebelumnya dikenal lebih "aman" dibanding bidang-bidang non teknis. Misalnya, di Salesforce, engineer memiliki kemungkinan empat kali lebih kecil terkena imbas PHK ketimbang divisi pemasaran dan penjualan.
Walau begitu, para software engineer tetap dihantui rasa khawatir, jika harus di-PHK secara tiba-tiba. Apalagi, sudah bermunculan tool AI yang memungkinkan coding menggunakan bahasa sehari-hari.
Baca juga: Bos Amazon Minta Semua SDM Kembangkan Generative AI
Penggunanya cukup mendeskripsikan seperti apa program yang mau dibuat dan bagaimana cara kerjanya, tool AI kemudian akan menuliskan kode-kode programnya. Walhasil, sebuah artikel di The Atlantic menyebutkan bahwa ilmu komputer bukan lagi jurusan aman di era IT.
Dalam artikel tersebut, Matt Welsh, soerang mantan profesor ilmu komputer di Universitas Harvard, mengatakan bahwa kemampuan AI melakukan fungsi software engineering bisa mengancam pekerjaan dan mengurangi kesejahteraan para profesional IT.
Sementara itu, Joe Forzano yang masih mencari pekerjaan baru bertemu dengan rekan-rekan senasib dari kalangan IT di media sosial. Mereka rata-rata memiliki keluhan serupa soal sulitnya menembus lowongan.
"Kami semua bingung, apa yang sebenarnya sedang terjadi?" katanya.
Baca juga: Gara-gara AI, Gaji Perempuan Ini Menyusut 90 Persen
Terkini Lainnya
- Menerka Arti Huruf "E" di iPhone 16e
- Tablet Huawei MatePad Pro 13.2 Rilis di Indonesia 26 Februari, Ini Spesifikasinya
- Daftar Harga YouTube Premium di Indonesia, Mulai dari Rp 41.500
- Cisco Umumkan AI Defense, Solusi Keamanan AI untuk Perusahaan
- Menggenggam HP Lipat Tiga Huawei Mate XT Ultimate, Smartphone Tipis Rasa Tablet
- Smartphone Vivo Y29 4G Meluncur, Bawa Baterai Jumbo 6.500 mAh
- 3 Cara Mengaktifkan Touchpad Laptop Windows dengan Mudah dan Praktis
- HP Lipat Oppo Find N5 Sangat Tipis, Ini Rahasia di Baliknya
- Fitur Foto Anti-gagal di Samsung Galaxy S25 Ultra Ini Wajib Dipakai Saat Nonton Konser
- Gimbal Smartphone DJI Osmo Mobile 7 Pro Dirilis, Sudah Bisa Dibeli di Indonesia
- 10 Aplikasi untuk Menunjang Ibadah Puasa Ramadhan 2025 di iPhone dan Android
- Merekam Foto dan Video Konser Makin "Seamless" dengan Cincin Pintar Galaxy Ring
- Angin Segar Investasi Apple, Harapan iPhone 16 Masuk Indonesia Kian Terbuka
- Melihat Tampilan iPhone 16e, Serupa tapi Tak Sama dengan iPhone 14
- HP Lipat Oppo Find N5 Segera Rilis di Indonesia, Kapan?
- "Call of Duty Mobile" Season 1 Terbaru Meluncur, Bawa Peta Multiplayer Paling Kecil
- Laptop Augmented Reality Pertama Punya "Layar" 100 Inci
- Oppo Reno 11 5G dan Reno 11 Pro 5G: Spesifikasi serta Harga di Indonesia
- Ini Benefit Daftar Minat Samsung S24 "Galaxy AI" di Indonesia
- Game "Valorant" Rilis Patch 8.0, Pertama Kali Bawa Senjata Baru