Kapan Komputasi Kuantum Menjadi Praktik Nyata dan di Mana Posisi Kita Sekarang

Komputer kuantum telah mulai dibuat sejak beberapa dekade lalu. Dipuji sebagai ‘the next big thing’ dengan potensi besar untuk mengatasi banyak masalah yang saat ini tidak terpecahkan, pasar komputasi kuantum diperkirakan akan mencapai 1,76 miliar dollar AS pada 2026, didorong oleh berbagai investasi dari sektor publik untuk riset dan pengembangan, menurut MarketsandMarkets Research Private Ltd.
Pemerintah Indonesia sendiri mengakui signifikansi dan potensi komputasi kuantum dan telah mendukung berbagai upaya riset dan pengembangan yang dilakukan oleh sejumlah universitas di dalam negeri, seperti Institute of Technology Bandung (ITB) dan Institute of Technology Sepuluh November (ITS).
Untuk memahami apa itu komputasi kuantum dan potensinya, kita harus pertama-tama memahami perbedaan antara komputasi kuantum dengan komputer klasik.
Superkomputer dan komputasi kuantum – Apa bedanya?
Kebanyakan orang awam beranggapan kekuatan komputasi terletak seberapa cepat komputer dapat bekerja. Untuk beban kerja komersial yang menangani komputasi dan basis data yang sangat besar seperti prakiraan cuaca dan pemodelan molekul, komputer desktop consumer terbaik pun tidak akan mampu menanganinya.
Di sinilah superkomputer mulai berperan. Superkomputer, seperti semua komputer klasik, beroperasi berdasarkan perhitungan data biner: satu atau nol. Ya atau tidak. On atau off. Kompleksitasnya terletak pada rangkaian informasi biner yang panjang.
Sebagai perbandingan, komputer kuantum beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip fisika kuantum dan karena itu bergantung pada bit kuantum, atau qubit. Cara sederhana untuk memahami qubit adalah dengan menganggapnya sebagai koin Rp 500, sehingga keadaan (state) koin itu bisa berupa gambar ‘Garuda Pancasila’ atau angka ‘500’.
Sekarang, bayangkan koin itu berputar, dan saat itu terjadi, dalam arti tertentu, keadaan koin itu adalah ‘Garuda Pancasila’ dan angka ‘500’ pada saat yang bersamaan. Keadaan ini dikenal sebagai "superposisi" dari dua keadaan.
Jika ada dua koin yang saling terkait (entangled), maka kita akan memiliki empat (22) keadaan pada saat yang bersamaan. Daya komputer kuantum meningkat secara eksponensial seiring dengan jumlah qubit.
Secara teoritis, dengan 50 qubit yang saling terkait (entangled qubit) kita akan dapat mengakses lebih banyak keadaan ketimbang supercomputer. Keadaan yang dihasilkan 300 qubit yang saling terkait lebih banyak dari keadaan atom-atom di alam semesta pada saat yang bersamaan.
Tidak seperti supercomputer, komputer kuantum memperlakukan data secara non-biner dan melakukan perhitungan berdasarkan probabilitas. Penggunaan praktis komputer kuantum sebagian besar masih dalam level discovery atau penemuan, tetapi peluang komputasi kuantum untuk bisa memecahkan algoritma enkripsi terkuat yang ada saat ini membuat banyak pemerintah dan organisasi berhenti sejenak dan memikirkan secara hati-hati mengenai potensi sistem komputer kuantum ini.
Sebagai contoh, komputer konvensional akan memerlukan waktu sekitar 300 triliun tahun untuk memecahkan algoritma enkripsi 2.048-bit RSA saat ini. Tapi sebuah komputer kuantum 4.099-qubit hanya memerlukan waktu 10 detik untuk memecahkan ekripsi tersebut.
Pada November 2021, pencapaian penting pada komputer kuantum baru mencapai 127 qubits, jadi perjalanan masih panjang untuk mewujudkan komputer kuantum 4.099-qubit.
Jalan panjang mewujudkan kuantum dalam praktik nyata
Pada kenyataannya, kita membutuhkan lebih dari satu juta qubit berkualitas tinggi untuk mengkomersialkan komputasi kuantum – dikenal dengan mencapai sesuatu yang disebut “quantum practicality.” Tingkat ini terwujud ketika komputer kuantum telah mencapai kelayakan komersial dan dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata yang relevan.
Tantangannya terletak pada kenyataan bahwa qubit sangat rapuh. Mereka memiliki masa hidup yang sangat singkat (dalam hitungan mikrodetik), dan “noise” terkecil seperti gangguan eksternal dari medan magnet dan variasi suhu dapat menyebabkan hilangnya informasi. Berikut adalah tiga hal penting yang harus kita tangani untuk memajukan pengembangan sistem komputasi kuantum yang kompetitif.
Mengelola qubits dalam temperatur yang lebih tinggi dengan spin qubits
Terkini Lainnya
- Ini Dia Varian Samsung Galaxy S25 yang Laris Dipesan orang Indonesia
- MSI Claw 8 AI Plus Resmi di Indonesia, PC Gaming Handheld Harga Rp 16,5 Juta
- Studi: Pengguna iPhone Makin Sering Ganti HP Baru
- Bocoran Spesifikasi HP Xiaomi 15 Ultra, Punya Kamera Periskop 200 MP
- Smartphone Vivo V50 Meluncur dengan Baterai Lebih Besar
- Cara Mengubah Warna Chat WhatsApp, Sudah Bisa Dicoba di Indonesia
- Samsung Sebut Galaxy S25 HP Serba Bisa, Bukan Jago Rekam Konser Saja
- Ketika Google Mencibir, OpenAI Justru Meniru DeepSeek
- 5 Cara Cek Prosesor Laptop Windows dengan Mudah dan Praktis
- Google Suntik Model AI Veo 2 ke YouTube Shorts, Ini Fungsinya
- 4 HP Android Murah Terbaru 2025, Harga Rp 2 juta-Rp 3 jutaan
- Perplexity Rilis Fitur untuk Riset Mendalam, Ditenagai AI DeepSeek-R1
- Fitur Tema Chat WhatsApp Hadir di Indonesia
- Ramai di Medsos, Cek Numerologi di ChatGPT untuk Ungkap Karakter, Begini Caranya
- Sedang Tren di Amerika, Pakai Apple Watch di Pergelangan Kaki, Bukan di Tangan
- MacBook Air dengan Chip M2 Sudah Bisa Dibeli di Indonesia, Ini Harganya
- Vivo V25 dan V25 Pro 5G Resmi Meluncur di Indonesia, Ini Harganya
- Mangkuk Ayam Jago Muncul di Google Doodle, Apa Cerita di Baliknya?
- Klasemen MPL S10 Pekan Kelima, Onic Esports Amankan Posisi Puncak
- Bos Intel Asia Ungkap Masa Depan dan Tantangan Komputasi Kuantum