Google Earth Buktikan Perubahan Iklim Itu Nyata
- Pada 2016, Google Earth meluncurkan fitur Timelapse yang memungkinkan pengguna bisa melihat kondisi suatu tempat di berbagai belahan Bumi, berikut perubahannya dari waktu ke waktu.
Sejak awal diluncurkan, pengguna hanya bisa menjelajahi suatu tempat di masa lalu dalam mode dua dimensi (2D).
Namun, setelah lima tahun diluncurkan, akhirnya Google membawa pembaruan besar pada fitur timelapse ini, yakni dengan menghadirkan Timelapse dalam mode tiga dimensi (3D). Mode ini semakin memperkuat bahwa perubahan iklim itu nyata.
Baca juga: Cara Menentukan Arah Kiblat dengan Google Earth
Fitur Timelapse 3D bisa dipakai untuk melihat kondisi suatu wilayah yang berubah akibat perubahan iklim, seperti hutan yang semakin sedikit dan permukaan gletser yang mencair. Perubahan itu bisa dilacak hingga 37 tahun ke belakang, atau hingga tahun 1984.
Dengan Timelapse 3D ini, pengguna bisa melihat bagaimana proses perluasan kota, pertumbuhan kota-kota besar, penggundulan hutan, perluasan lahan pertanian, hingga penyurutan gletser.
Untuk bisa menghadirkan fitur ini, Google mengatakan harus mengumpulkan lebih dari 24 juta gambar satelit dari tahun 1984 hingga 2020, yang mewakili kuadriliun piksel.
"Butuh lebih dari dua juta jam pemrosesan di ribuan mesin di Google Cloud untuk mengumpulkan 20 petabyte citra satelit ke dalam satu mozaik video berukuran 4,4 terapixel — itu setara dengan 530.000 video dalam resolusi 4K," tulis Google.
Untuk mengakses Timelapse 3D, pengguna hanya perlu mengunjungi situs Google Earth di browser atau melalui tautan berikut. Setelah situs terbuka, klik ikon roda kemudi kapal. Lalu klik opsi "Timelapse in Google Earth".
Nantinya, di sisi kanan layar akan muncul sebuah jendela. Di bagian atas, terdapat garis waktu dari tahun 1984 hingga 2020, lengkap beserta ikon "play" untuk memulai animasi Timelapse 3D.
Pengguna bisa mencari lokasi tertentu yang diinginkan untuk ditampilkan dalam Timelapse 3D di kolom "search the planet".
Google juga menyediakan beberapa pintasan kepada tempat-tempat yang dianggap menarik. Misalnya seperti Timelapse bagaimana hutan hujan Amazon di San Julian, Bolivia yang perlahan diubah menjadi desa dan lahan pertanian. Atau perkembangan kota Las Vegas, hingga penyurutan gletser di Alaska, AS.
Baca juga: Momen Dramatis Jembatan Lengkung Kuningan Tersambung, Direkam dalam Video Timelapse
Selain untuk hiburan, Google memperkenalkan Timelapse 3D ini sebagai alat pengajaran terkait perubahan iklim.
Sayangnya, Google Earth Timelapse 3D ini dilaporkan belum berfungsi dengan baik di seluruh tempat.
Beberapa tempat, seperti Kota New York, tampak kabur, bahkan ketika pengguna menyetel pengatur waktu ke tahun 2020, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari ArsTechnica, Sabtu (17/4/2021).
Namun, Google mengatakan akan memperbarui Google Earth setiap tahun dengan citra Timelapse baru selama dekade berikutnya.
Terkini Lainnya
- Ambisi Malaysia Jadi Pusat Data Center Asia Terganjal
- Apakah Mode Pesawat Bisa Menghemat Baterai HP? Begini Penjelasannya
- Ada Tonjolan Kecil di Tombol F dan J Keyboard, Apa Fungsinya?
- Cara Kerja VPN untuk Membuat Jaringan Privat yang Perlu Diketahui
- Konsol Handheld Windows 11 Acer Nitro Blaze 8 dan Nitro Blaze 11 Resmi, Ini Harganya
- X/Twitter Akan Labeli Akun Parodi
- Deretan Laptop Baru Asus di CES 2025, dari Seri Zenbook hingga ROG Strix
- 5 Penyebab Tidak Bisa Lihat Profil Kontak WA Orang Lain
- Cara Logout Akun Google Photos dari Perangkat Lain
- Reaksi TikTok soal Rumor Bakal Dijual ke Elon Musk
- RedNote, Medsos China Mirip TikTok Jadi Aplikasi No. 1 di AS
- Pasar Ponsel Dunia Akhirnya Membaik, Naik 4 Persen Tahun Lalu
- 10 Jenis Cookies di Internet dan Fungsinya
- Fitur Baru ChatGPT Bisa Ngobrol ala Gen Z
- Sah, AS Perketat Ekspor Chip AI ke Pasar Global
- Jack Ma Muncul Bersama Presiden Rusia Usai Alibaba Didenda
- Map dan Senjata Baru di Call of Duty Mobile Season 3
- Cara Mengamankan Akun YouTube Kamu supaya Tak Hilang seperti Gen Halilintar
- Sama-sama Buatan ByteDance, Ini Bedanya Helo dan TikTok
- Lelang Ulang Frekuensi 2,3 GHz, Ini Tiga Operator Seluler yang Lolos Seleksi