cpu-data.info

Drone dan Aplikasi Pertanian Indonesia Berlaga di Malaysia

Mahasiswa Indonesia mempresentasikan teknologi drone untuk pertanian di dalam ajang Imagine Cup 2018 yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (4/4/2018).
Lihat Foto

- Dua tim mahasiswa dari Indonesia mempresentasikan teknologi drone dan aplikasi ponsel untuk pertanian dalam ajang final Asia Pasifik Imagine Cup 2018, yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (4/4/2018). Mereka bertanding melawan 13 tim lainnya dari berbagai negara di Asia Pasifik.

BeeHive Drone

Tim pertama, tiga mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Universitas Manchester, Inggris. Tim ini terdiri dari Ishak Hilton Pujantoro Tnunay dan Muhamad Randi Ritvaldi sebagai engineer, dan Anindita Pradana Suteja yang berperan sebagai analis bisnis. Mereka menciptakan BeeHive Drone, teknologi drone untuk pertanian.

Dalam presentasinya, Anindita menjelaskan drone ini bisa mengerjakan berbagai tugas pertanian seperti penyiraman, pemantauan, hingga penyemprotan pestisida dan pupuk.

"Drone kami bisa melalukan perawatan sesuai kebutuhan masing-masing tanaman," ujar Anindita dalam presentasinya kepada juri Imagine Cup.

Baca juga: Dari Cimol ke Hoax Analyzer, Mahasiswa Bandung Jadi Juara Imagine Cup

Para mahasiswa ini merancang agar drone "diparkir" di stasiun drone yang berada di tengah-tengah kawasan pertanian.

Para petani atau pemilik sawah bisa mendaftarkan sawah mereka di aplikasi mobile, memilih layanan perawatan, dan membayar layanan itu lewat aplikasi yang sama.

Setelah terkonfirmasi, drone ini akan terbang tanpa perlu awak untuk mengontrolnya ke sawah yang memesan layanan.

"Penyemprotan pupuk dan pestisida bisa lebih efisien, misalnya kalau bagian ini hanya butuh 30 persen penyubur tapi ladang sebelahnya butuh 50 persen, maka drone akan menyemprot sesuai yang dibutuhkan," ujar Anindita.

Dalam hitung-hitungan para mahasiswa ini, petani menghabiskan sekitar Rp 1.000.000 per hektar untuk pestisida. Anindita mengatakan dengan drone ini, para petani diperkirakan bisa mengurangi biaya sebesar Rp 300.000 dengan metode konvensional.

Baca juga: Sebanyak 15.000 iPhone Diselundupkan Pakai Drone

Ia mengklaim penyemprot ini canggih dan dilengkapi dengan peringatan dini. Selain itu, drone ini bisa memangkas waktu dan tenaga kerja, karena mampu menggarap hingga 486,9 persen lebih banyak area dalam waktu satu jam.

Para juri sempat "meneror" mereka dengan berbagai pertanyaan seperti apakah drone ini dibutuhkan para petani di Indonesia, kemudian apakah tingginya keuntungan yang bisa dihasilkan ini seimbang dengan pendapatan para petani yang masih rendah. Namun mereka menjawabnya dengan lancar.

Dr Tania

Tim lainnya, Taleus, mendemonstrasikan aplikasi ponsel ciptaan mereka bernama Dr Tania. Perancang Dr Tania adalah tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yakni Febi Ifdillah, Ahmad Ghifari, dan Harry Kefas. Aplikasi yang mereka ciptakan ini bisa mendiagnosis kesehatan tanaman lewat kamera ponsel.

Caranya, petani cukup memotret tanaman mereka dan mengunggahnya di aplikasi Dr Tania. Tampak visual ini akan digabungkan dengan hasil sensor asam (pH) dan kelembapan (humidity) dari perangkat mungil yang diletakkan di tanaman.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat